Juni 04, 2013

Siem Reap 3 : Banteay Srei dan Jelajah Malam Siem Reap

Saat makan siang Helmi dan aku setuju untuk menambahkan perjalanan kami ke Banteay Srei dengan menambahkan biaya sebesar $10 untuk Mr. Sarth. 

Banteay Srei adalah candi Hindu yang dibangun pada abat ke-10 dan didedikasikan untuk Dewa Siwa. Candi ini terletak di bukit Phnom Dei, 25 kilometer jauhnya dari Angkor Thom atau sekitar 40 menit perjalanan menggunakan tuktuk. Jalan ke candi ini sedang di perbaiki sehingga sangat berdebu, bumpy dan juga licin oleh pasir. 

Dalam perjalanan ini ketemu dengan sebuah candi yang bernama Pre Rub yang kelihatan megah walaupun sangat gersang. Karena cuaca amat sangat panas Helmi dan aku memutuskan untuk tidak mampir. Tiket Angkor Wat masih bisa dipakai di Pre Rub dan Banteay Srei. 

Candi Pre Rup
Sepanjang perjalanan ke Banteay Srei kembali mata disuguhi oleh sederhananya penduduk Kamboja. Rumah-rumah kayu yang masih berbentuk panggung sederhana, sebuah pasar yang sangat tradisional dan bau pedesaan yang kental. Selain itu yang baru aku sadari, di Kamboja itu banyak sekali anjing kampung. Bukan lagi sebagai hewan peliharaan, tapi seperti hewan liar. Mereka tidak galak, tapi karena banyaknya, setiap beberapa meter pasti ketemu anjing. Usut punya usut, belakangan Mr. Sarth bilang, orang Kamboja mengakomodasi kebiasaan orang Vietnam jaman perang dulu, yang sangat suka makan daging anjing. Omaigot...!!

Hampir jam 2 siang kami tiba di Banteay Srei. Candi ini dibangun dengan batu pasir warna merah yang indah. Keadaannya terawat bersih meski yang tersisa saat ini hanya reruntuhannya. 

 Candi Banteay Srei
dari sisi menara pengintai
Di lokasi ini memang masih rindang. Bahkan di memiliki walking track yang bisa melihat ke beberapa titik pandang untuk penelitian satwa liar seperti burung dan kerbau. Helmi dan aku hampir tergoda untuk melakukan walking track itu. Cuma takut rutenya terlalu panjang dan bisa kemalaman di jalan. Masalahnya Helmi harus naik bis ke Phnom Phen malam ini. Akhirnya setelah puas berkeliaran disini, kami pun pulang lewat jalan yang sama.

Sampai di Siem Reap, Helmi harus mengambil backpack yang masih ditinggal di hostel-nya. Sedikit berantem dengan tukang tuktuk yang meninggalkannya karena si tukang tuktuk keukeuh minta jatah $15 yang akhirnya cuma dikasih $5 saja. Kemudian kami lanjut ke hostel-ku karena Helmi ingin membeli  tike t sleeper bus membei tiket ke bus ke Phnom Phen.

Setelah membayar tuktuk Mr. Sarth untuk hari ini sebesar $25, kami mencari tiket bus. Sleeper bus dari Siem Reap ke Phnom Phen sebesar $9 dengan Virakh Bunthan yang berangkat tengah malam, yang mana  tidak direkomendasikan oleh beberapa travel advisor karena bahaya. Dan aku ke juga sekalian beli tiket bus Mekong Express ke Phnom Phen via resepsionist hostel. Gak ada biaya tambahan dari hostel ini. Harganya tetep sama dengan yang di website. Untuk jurusan Siem Reap - Phnom Phen harga tiket bus Mekong Express masih $12.


Setelah mandi, perut kembali minta diisi. Berjalan dari hostel kami menemukan penjual juice buah dan juga rice soup khas Kamboja yang rasanya seperti soto Lamongan yang sangat lezat. Karena soup ini mengandung B2, si Helmi hanya bisa ngiler melihatku. Oh, indahnya dunia saat bisa merasakan rasa soto Lamongan di negara orang. Semakin indah saat bayar hanya $1 saja.

Aku memutuskan untuk menyewa sepeda untuk 2 hari. Malam itu Helmi dan aku berkeliling kota Siem Reap dengan boncengan dan sangat romantis. Kami berdua terus-terusan ketawa membayangkan orang jaman dulu pacaran pake sepeda. Kami berkeliling ke Old Market untuk membeli souvenir. Man... this dude can do a good bargain!! Salut sama cowok ini, alangkah senang istrinya nanti. Pasti sering diajak pergi ke pasar. Selanjutnya melihat lihat toko buku bekas di Siem Reap. Aduh makjan... kalau gak liat isi dompet, bisa kalap. Rasanya pengen kuborong semua bukunya.

Helmi laper. Katanya, dia pengen banget menjajal Happy Pizza yang konon pembuatannya dicampur weed. Astajim... tapi aku lihat ada beberapa Happy Pizza tempat ini. Tidak tahu yang mana yang asli, dan untunglah pizza itu gak dijual ditempat kami makan. Tapi resto ini sangat jorok. Banyak sekali anak-anak kecoa berkeliaran serta serangga berterbangan di tempat ini. Aku jadi gak tega untuk makan.

Jam baru menunjukan jam 8 malam saat kami mengakhiri dengan salam perpisahan yang hangat. Helmi harus menunggu jemputan bis di lobi hostel dan aku sudah tak kuasa menahan kantuk dan letih pengen berbaring di kasur yang empuk setelah seharian penuh berjalan-jalan. Tapi hari ini adalah sebuah perjalanan yang menakjubkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar