Alarm berdengung pelan bawah bantalku. Jam 4.15 pagi, aku harus bersiap-siap untuk mengejar sunrise di Angkor Wat. Krim sunblock, kamera, uang, tissue basah, kacamata item, topi dan sial, ternyata aku lupa men-charge baterai kamera tadi malam. Semoga baterai bertahan hingga sore hari.
Jam 4.30 Mr. Sarth menjemputku di hostel. Embun masih melayang di udara. Membuat udara dingin menggigit. Beginilah Kamboja saat ini. Kalau siang matahari gak mau kalah exist kaya ABG. Kalau malam dingin menggigit tulang. Dalam perjalanan aku melihat beberapa turis yang juga ingin melihat sunrise mengayuh sepedanya dengan laju. Yah, kalau memang mampu ngegowes dan pengen bener-bener berpetualang - baca ngirit - , bisa sewa sepeda yang sehari cuma $1 atau $3. Tapi ditanggung betis bakalan kondean dan pijit 2 jam sesudahnya. Kalau naik tuktuk hanya $12 sehari, tapi kalau pake acara sunrise atau sunset nambah $3 dollar. Itung-itung biaya lembur tukang tuktuk...
Sampai di gerbang
Angkor Wat, petugas masih bersiap-siap di konter, tapi para turis sudah berjejer rapi di antrian. Tepat jam 4.50, konter dibuka. Seorang petugas menanyai berapa lama kita akan menjelajahi Angkor Wat? Tiket dijual untuk 1 hari perjalanan $20, 3 hari $40 dan 6 hari $60. Setelah membayar $20 petugas bilang, senyum ya... dan jepret, ternyata wajah kita harus di foto. Hadeeeh, wajah bangun tidurku, tahu gini tadi dandan dulu... Dan beginilah wajahku di tiket Angkor Wat.
|
tiket Angkor Wat |
Setelah tiket ditangan aku mencari Mr. Sarth. Mr. Sarth mengingatkan aku untuk tidak menghilangkan tiket. Karena setiap kita masuk ke dalam candi, tiket pasti diperiksa oleh petugas. Dan kalo ketahuan gak bawa tiket,
charge-nya akan lebih besar di dalam. Aku mengangguk tanda mengerti dan kami pun segera melaju agar tidak tertinggal oleh
sunrise yang dinanti.
Mr. Sarth memarkir tuk-tuknya agak jauh dari lokasi parkir
Angkor Wat dan berpesan,
Miss, I will wait in here. It's easy for you to look for me than the parking place.
Pagi buta seperti ini
Angkor Wat sudah ramai dengan turis. Sinar senter dimana-mana. Yap, Angkor Wat cukup gelap karena sama sekali gak ada penerangan lampu. Sambil tersandung-sandung batu aku masuk kedalam
temple. Di pelataran dan halaman semua orang mencari posisi masing-masing. Saling berbisik seakan takut mengganggu keheningan pagi. Para turis sudah mengeluarkan senjata masing-masing. Segala jenis kamera mulai dari yang segede gaban yang dipasang diatas tripod hingga
pocket cam dikeluarkan untuk mengabadikan
sunrise. Kami semua duduk dengan tenang sambil menunggu munculnya mentari.
Dan kemudian... datanglah serombongan turis Cina dengan sangat berisik mengusik ketenangan.
Huaaaah... bete banget. Dengan
sangat sopan mereka menyerobot lokasi dengan sambil foto-foto narsis di barisan depan candi, menghalangi lensa-lensa kamera yang sudah dipasang di tripod dan orang-orang yang duduk di rerumputan. Sekarang giliran para
photo hunter yang ngedumel.
Aku beringsut minggir. Gak ada gunanya melawan orang-orang itu. Sampe akhirnya aku melihat kearah cowok dengan baju batik dan wajah Jawa banget ngedumel disampingku. Spontan aku tanya sambil senyum-senyum, "Indonesia, ya?" Dia kaget. "Eh, mbak Indonesia juga?" Hahaha... singkat cerita namanya Helmi, mahasiswa perguruan tinggi Malaysia asal Solo. Nasib baik di negeri orang bisa ngobrol lancar pakai bahasa Jawa.
Ternyata
sunrise yang di tunggu tidak muncul karena mendung menggantung di wilayah Siem Reap. Mungkin juga enggan muncul karena berisiknya orang-orang itu. Aku dan teman baruku meninggalkan Angkor Wat dengan sedikit kecewa. Kami berjanji untuk menjelajah Angkor bersama-sama walau dengan tuktuk berbeda.
|
Angkor Wat |
|
Gerbang Angkor Wat |
Tapi nasip berkata lain. Helmi ternyata ditinggal pergi tuktuknya. Setelah hampir 15 menit mencari tidak ketemu, akhirnya kami memutuskan untuk
shared cost tuktuk Mr. Sarth. Hmm... jodoh dapet teman perjalanan itu gak kemana...
Memasuki wilayah Angkor lewat
South Gate, Mr. Sarth menghentikan tuktuknya, "
This place is a good picture, miss." Bener-bener ngertiin banget Mr. Sarth ini. Langsung saja Helmi dan aku beraksi dengan kamera kami. Oh ya, disini banyak monyet. Jadi jagalah barang bawaan dan makanan anda. Salah seorang cewek Korea harus
berebut dengan seekor monyet yang mencuri makanannya. Lucu banget...
|
Gerbang Selatan |
Melewati
South Gate perjalanan dilanjutkan menuju kawasan
Angkor Thom dan ke Candi
Bayon. Di depan candi kembali Mr. Sarth menginstruksikan kami untuk memutari
Bayon dan kembali ke tempat semula. Karena terlalu pagi dalam kawasan
Bayon sangat sepi. Hanya ada beberapa orang disini. Dan kami di sapa seorang
bule, yang membuat kami kaget karena beliau sangat fasih berbahasa Indonesia dengan logat Bali. Namanya om Toni, dari Belanda, yang sedang menemani temannya, seorang
photographer berkebangsaan Amerika yang bernama Tony juga. Mereka datang khusus untuk mengambil foto-foto
Angkor Wat selama 3 hari. Akhirnya kami bertiga bareng-bareng menikmati
Bayon dan masih terkagum-kagum akan kemegahannya.
|
ukiran wajah raksasa di Bayon |
|
puncak Bayon |
|
reruntuhan Bayon |
Setelah puas mengelilingi
Bayon dan mengucapkan selamat jalan pada om Toni dan om Tony - yang ketemu di pintu keluar - kami kembali ke tempat Mr. Sarth menunggu. Perjalanan dilanjutkan menuju kawasan candi
Baphoun.
Mr. Sarth menyarankan kami menjelajahi
Baphoun dan lewat belakang candi mengikuti jalan setapak masuk ke dalam hutan karena banyak yang bisa dilihat di dalam hutan itu.
I will wait there - nunjuk ujung jalanan yang nun jauh disana -
stick to the path, okey? Jam 6 pagi, keadaan kawasan candi masih sangat sepi. Kemudian kami sudah di ajak jalan-jalan ke hutan. Untung ada Helmi.
Satu kata untuk candi
Baphoun adalah WOW!!! Candi ini seperti keluar dari lukisan. Walaupun rusak, reruntuhannya pun masih bisa membuatku mengucapkan kata ini. Tapi sayangnya candi ini gak bisa di masuki karena rapuh dan akan direnovasi. Padahal kata Mr. Sarth, dari atas candi kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah di sekitar
Angkor Thom.
|
Baphoun seperti lukisan kanvas |
|
kelihatan dari samping |
Mengitari candi, kami menyusur hutan di belakang
Baphoun. Sepi dan lengang keadaannya. Ada tanda-tanda petunjuk arah di hutan yang mengatakan
visitor route tapi gak semua candi ada tanda papan namanya. Akhirnya kami ketemu candi yang kemungkinan
Phimeanakas.
|
tangga kayunya sangat curam dan berbahaya |
|
pemandangan dari atas Phimeanakas |
|
kolam samping Phimeanakas ( The Ryal Palace Ground ?) |
Keluar dari
Phimeanakas kami memasuki gerbang lain yang tidak diketahui namanya dan sebuah candi yang mungkin adalah
Preah Palilay.
|
Preah Palilay |
Kemudian kami membelok kearah
Terrace of The Elephants
|
The Terrace of The Elephants |
|
relief di Terrace of The Elephants |
|
gerbang depan menuju ke Royal Palace Ground |
Udara semakin panas membara meski baru jam 10 pagi. Gak terasa kami sudah 3 jam berjalan melewati hutan dan menjelajah candi-candi. Tapi ini baru sebagian kecil dari wilayah
Angkor Wat. Gak heran mereka menawarkan tiket masuk 3 hari dan 6 hari. Karena kalau dalam sehari saja hampir gak mungkin menjelajahi semua candi.
Kami menemukan Mr. Sarth tengah ngobrol dengan temannya. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami membeli 2 botol besar air mineral yang sudah habis dan juga 2 buah mangga kupas dengan harga $3 dolar. Selesai
ngemil perjalanan dilanjutkan ke luar kawasan
Angkor Thom dengan melewati candi-candi
Kleangs yang berada di kiri kanan jalan keluar
Angkor Thom menuju
Victory Gate.
|
The Kleangs |
|
The Kleangs |
|
Victory Gate |
Keluar dari
Victory Gate ada dua buah candi yang berada di sisi kiri dan kanan jalan yaitu
Cau Say Tevoda dan
Thommanon. Kata Mr. Sarth konon dari kedua candi itu di bangun sebuah jembatan yang terhubung dengan
Ta Prohm.
|
Chau Say Tevoda |
|
Thommanon |
|
reruntuhan jembatan penghubung |
Setelah mengunjungi
Cau Say Tevoda dan
Thommanon lanjut ke
Ta Promn. Sebenarnya ada cadi yang konon paling tinggi di wilayah
Angkor ini. Namanya
Ta Keo. Hanya saja tempat ini sedang dipugar dan
rusuh oleh bahan bangunan dan juga tertutup plastik, jadi kami tidak singgahi.
Ta Prohm. Tempat ini terkenal dengan pohon-pohon raksasanya. Dia juga terkenal karena disinilah adegan Lady Lara Croft di film Tomb Raider diambil. Pohon-pohon raksasa yang tumbuh diatas puing-puing reruntuhan seperti mencengkeram dan menghancurkan candi-candi ini.
|
pohon yang paling terkenal dan paling banyak peminatnya
sehingga harus berdesak-desakan untuk mengambil foto |
Selesai dengan wilayah
Angkor Wat kami ke mencari restoran untuk makan siangsebelum melanjutkan perjalanan ke
Banteay Srei. Naga-naga di perut sudah menjerit minta di isi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar