Krakatau adalah nama sebuah gunung yang berada di
Selat Sunda. Konon pada tahun 1883, Krakatau ini
meletus dan memporak-porandakan sebagian wilayah Jawa dan Sumatera, menimbulkan
tsunami yang sangat besar dan menewaskan ratusan ribu orang di beberapa wilayah
yang terkena dampaknya. Bahkan konon bumi sempat gelap gulita selama seminggu
lebih dan mengubah iklim dunia. Astaga, aku tidak dapat membayangkan kalau
tempat cantik ini pernah begitu menggemparkan.
Aku adalah orang yang pertama kali sampai
di terminal bis Kalideres. Sungguh aku merasa gugup karena aku belum pernah
bertemu sama sekali dengan teman-teman baruku. Apalagi aku adalah orang baru
yang tidak tahu apa-apa. Aku telah membawa peralatan lengkap seperti yang
dianjurkan. Selain pakaian, peralatan pribadi dan camilan, aku membawa kamera
poket dan sleeping bag-ku yang masih
gress! Hahaha… newbie!! :)
Setelah lengkap 22 orang, kami langsung memilih
bis jurusan Kalideres–Merak. Kata ‘menyewa’ mungkin lebih tepat karena bis
langsung hampir terisi penuh dengan kami dan barang-barang bawaan kami. Keril,
tenda dan sleeping bag langsung
memenuhi bis ekonomi tersebut. Harga tiket bis Rp. 14.000 per orang. Seharusnya
kami berangkat jam 9.30 malam seperti kata keneknya, tapi karena ada sedikit
masalah pada mesin, kami pun berangkat pada jam 10.30 malam.
Perjalanan dengan memakan waktu selama
kurang lebih 3 jam menuju Pelabuhan Merak. Kami tiba di Pelabuhan Merak sekitar
jam 1 dini hari dan langsung membeli tiket kapal ke Pelabuhan Bakauheuni dengan
harga Rp. 11.500 untuk tiket dewasa. Kapal berangkat pada pukul 1.30 dini hari.
Kalau mau mendapatkan kursi yang lumayan enak (kursi empuk atau bahkan sofa,
tergantung dengan fasilitas kapal) dan AC, bisa up-grade dengan uang Rp. 10.000 ke tempat VIP.
Saat subuh kapal merapat ke Pelabuhan
Bakauheuni, kami menyewa dua buah angkot
kearah pelabuhan Canti. Perjalanan ke Canti memakan waktu kurang lebih satu
setengah jam. Buatku perjalanan ini sungguh mengesankan. Melihat dan menghirup
udara Sumatera untuk pertama kalinya membuatku bersemangat walaupun aku kurang
tidur.
Sesampainya kami di Canti kami sempat
untuk sarapan dan membersihkan diri. Dan karena sempitnya waktu dan terbatasnya
kamar mandi umum, acara mandi pun menjadi mandi bersama hahaha. Ini adalah
pengalaman baru bagiku, karena sebagai traveler
kita harus mau berbagi kamar mandi.
Udara sangat
nyaman pagi itu. Perahu kayu
sederhana yang kami sewa melaju dengan tenang dilaut. Beberapa kali terlihat
perahu kami berpapasan dengan perahu-perahu penumpang yang menghubungkan
penduduk pulau-pulau sekitarnya dengan pulau utama.
Pulau pertama yang kami kunjungi adalah
pulau Sebuku Kecil. Aku terpesona dengan pulau kecil berpasir putih ini.
Pulaunya bisa dibilang bersih dan latar belakang laut yang hijau kebiruan ini
membuatku seperti di dunia yang berbeda.
Perjalanan kami lanjutkan kembali. Kali
ini kami menuju pulau Umang-Umang.
Dari jauh pulau ini kelihatan cantik. Konon pulau ini mempunyai snorkeling spot yang katanya lumayan.
Karena aku tidak bisa berenang dan tidak mempunyai snorkel, aku memilih untuk turun mengelilingi pulau ini. Merambah
tepian pantai dan meretas semak belukarnya membuatku seperti petualang sejati.
Ah, dasar newbie. Akhirnya aku
menemukan sisi lain pantai dengan pasir abu-abu yang cukup panjang dan bersih.
Ombaknya lumayan tinggi. Diujung pantai ada sebuah tebing dengan batu-batuan
yang cukup tajam. Seperti anak kecil, aku dan beberapa teman langsung terjun ke
air dan menyiram satu sama lain samapai semua orang basah. Kemudian kami mengambil
foto dan ber-narsis ria.
Hari sudah lewat tengah hari. Kami harus
cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Kali ini tujuan kami adalah pulau Sibesi untuk makan siang. Ternyata,
walaupun sudah lewat tengah hari, aku tidak merasakan lapar sedikitpun.
Ternyata aku terlalu menikmati hari.
Tiba di pulau Sibesi kami makan siang
seadanya dirumah penduduk. Kapal dan makanan selama disini sudah termasuk dalam
share cost. Karena hanya di pulau ini
kami akan mendapatkan MCK yang layak, akhirnya kami memutuskan mandi dengan
layak sebelum ke pulau tujuan berikutnya.
Langit berubah menjadi gelap saat kami
melanjutkan perjalanan. Angin mulai kencang dan membuat ombak semakin tinggi. Ini
pertama kali seumur hidup aku naik perahu dan sudah mengalami hal yang hebat seperti ini. Perahu seperti tidak
berdaya diombang-ambingkan oleh ombak biru gelap yang menggulung tinggi.
Terkadang perahu nyaris vertikal sehingga aku memegang sisi perahu sampai buku
jariku berwarna putih. Hatiku menciut. Aku ingat aku tidak bisa berenang. Dalam
hati aku mulai melantunkan doa. Seperti
keadaan ini masih kurang buruk, saat itu juga hujan turun dengan derasnya. Oleh bapaknahkoda, kami yang masih diluar diminta masuk kedalam kapal. Didalam lambung
kapal dengan keadaan kapal terombang-ambing ombak seperti ini, rasanya sama
buruknya dengan masuk sebuah mixer
atau berada diatas roller coaster
yang rem-nya blong. Membuat perut
mual saja. Ugh!! :(
Untunglah keadaan semakin membaik saat
mendekati pulau Krakatau Kecil.
Begitu kami berlabuh, kami disambut oleh seorang ranger. Dari percakapan beliau, kudengar kami adalah rombongan
pertama yang mengunjungi pulau ini sejak terjadi letusan kecil beberapa minggu
lalu. Aku sempat kaget melihat keadaan pulau ini. Ada sebuah tempat yang dulunya sebuah gazebo, kini kelihatan kerangka saja. Karena hari mulai gelap kami mulai mendirikan tenda-tenda. Sekali lagi, ini
pengalaman pertamaku mendirikan tenda :) Setelah tenda berdiri, kamipun mulai mengobrol sambil makan
malam. Bekal yang dibawa oleh awak kapal dari pulau Sibesi.
Hari masih gelap saat kami dibangunkan
untuk memulai hiking. Aku pikir
karena kami akan trekking dan hiking pasti nantinya akan berkeringat.
Karena itu aku hanya mengenakan cardigan tipis dan membawa bekal air minum
secukupnya. Kami menyusuri hutan dipandu oleh tiga orang rangers. Langkah masih tertatih-tatih karena pasir lembut dan juga
pohon-pohon tumbang yang menghilangkan jalur pendakian sehingga rangers meminta kami tidak boleh
terpisah. Aduh, siapa juga yang mau tersesat, pak.
Tiba dikaki
gunung pendakian yang sebenarnya dimulai. Pendakian pertamaku :)
Pertama-tama
tampak sepele. Aku dengan pede-nya mengikuti tiga senior dan seorang ranger dikloter depan. Namun setelah
kemiringan menjadi lebih dari 45 derajat, aku mulai tersengal-sengal dan
disusul oleh kloter-kloter lain dari belakang. Setiap 5 langkah keatas aku
menghitung nafasku sampai sepuluh kali. Paru-paruku rasanya sudah
terbakar dan aku nyaris tidak mau melangkah lagi. Tapi untunglah gengsi dan rasa takut ditinggal menang
melawan kelemahan badanku. Aku mengingatkan diri sendiri untuk mulai berolah
raga jika sudah kembali ke peradaban.
Keinginan
untuk melihat matahari terbit dari lereng Anak Krakatau – karena kami tidak
mungkin mendaki sampai kepuncak Anak Krakatau yang masih berbahaya – tidak bisa
terwujud karena tiba-tiba saja hujan turun dengan derasnya dan disertai angin
lumayan kencang. Cardigan tipis dan celana pendek adalah kesalahan besar.
Sekarang aku mulai menggigil kedinginan. Untunglah seorang ranger dengan baik hati menggali lubang di pasir dan menguburku
agar tetap hangat. Menurutku, ini adalah pengalaman baru dan paling keren bagiku :) Ah, dasar newbie…
Jika mendaki lereng Anak Krakatau rasanya berjam-jam,
saat matahari muncul dan dunia menjadi terang benderang, tampaklah bekas-bekas
pendakian kami dengan jelas. Aku sempat tertawa dan malu karena ternyata jalur
pendakian tidak begitu tinggi. Hanya saja memang mendaki diarea pasir memang
lebih sulit. Kemudian acara untuk narsis pun dimulai. Saat turun pun hanya
memerlukan waktu sekitar 30 menit. Itupun diselingi oleh acara bercanda dan
foto-foto narsis.
Kembali ke
area perkemahan kami langsung menggulung tenda dan dilanjutkan dengan
pemungutan sampah. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan dengan bapak-bapak ranger kamipun melanjutkan perjalanan.
Laut sangat
biru dan tenang. Sarapan dengan makanan kecil kami lakukan di atas kapal sambil
ngobrol. Selanjutnya kami mencari spot
yang tepat untuk snorkeling. Dan spot yang terbaik adalah dipulau Rakata. Konon pulau Rakata adalah
pecahan dari gunung Krakatau. Hal ini tampak dari tebing pulau Rakata yang
curam yang tidak dijumpai dipulau lainnya. Dibawah tebing inilah spot untuk snorkeling itu berada. Sementara teman-teman asik berenang, saya
hanya menikmati jernihnya air laut ditebing ini. Warnanya hijau zamrut dengan karang dan ikan
yang warna-warni bersliweran. Sesungguhnya aku ingin sekali ikut berenang
didalamnya. Ah, mungkin saat aku kembali keperadaban, aku harus belajar
berenang juga.
Puas ber-snorkeling, lewat tengah hari kami kembali
menuju ke pulau Sibesi untuk membersihkan diri dan makan siang sebelum kembali
ke Canti dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. Sampai di Jakarta
sekitar pukul 3 keesokan hari.