Juni 10, 2013

Singapore Day Out

Lama penerbangan hampir 4 jam via Lion Air dari Ho Chi Minh ke Singapore. Sebuah penerbangan yang paling aneh yang pernah aku alami. Tanya kenapa? Aneh karena berbarengan orang kaya yang bisa beli tiket pesawat tanpa mengerti aturan fundamental penerbangan dan membahayakan keselamatan penumpang lain. Sibuk telepon dan SMS di saat pesawat tinggal landas. Menyaksikan satu bule berpakaian eksekutif, yang seharusnya lebih pintar, sedang memarahi pramugara gara-gara meminta mbak-mbak disampinganya untuk menutup telepon dengan segera karena pesawat sedang take off. Sungguh kasihan sekali para awak kabin yang bolak balik mengingatkan penumpang. Aku duduk di kursi yang berdekatan dengan pintu emergency. Ku lihat wajah yang semula tersenyum manis sekarang menjadi kecut saat duduk di bangku di depanku. Aku tersenyum sambil bilang, Sabar ya mas... si Mas pramugara dengan tersenyum bilang, sudah biasa mbak, selalu begini kalau dapat penerbangan dari Vietnam.

Perjalanan cukup menegangkan karena wilayah Semenajung Malaka hujan dengan petir yang berkilat-kilat. Badan pesawat kadang mengalami turbulence yang cukup kuat. Dalam hati aku cukup ciut dengan keadaan ini. Dan saat pesawat hendak landing bunyi ponsel pun mulai bersahut-sahutan. Syukurlah, pesawat bisa mendarat dengan sempurna. Welcome to Singapore...

Keluar pesawat aku yakin kalau keril di bagasi bakalan lama keluar. Maka dari itu aku memilih untuk browsing internet. Di beberapa pojok memang ada komputer untuk internetan gratis. Setelah mengecek beberapa email, baru aku menuju ke immigrasi. Proses imigrasi terbilang lancar. Setelah mendapat stempel masuk, aku segera ke ruang bagage claim.

Keluar dari bandara aku bertemu dengan segerombolan turis, lagi-lagi dari Indobesia, yang mencari stasiun MRT. Setelah berkenalan, akhirnya aku memutuskan gabung dengan mereka karena di Singapore aku juga belum booking hostel manapun. Gak gitu familiar denga bandara Changi kami sempat tersesat untuk mencari MRT airport link di Terminal 1. Sempat kesasar beberapa kali juga dan akhirnya ketemu. Ini peta MRT dan LRT yang aku download dari website Wisata Singapura

Peta MRT dalam Airport Changi


Masuk ke wilayah stasium MRT dalam kota di Terminal 2, rombongan teman baruku membeli day pass unlimited untuk transportasi mereka selama di Singapore. Aku sebenarnya sudah berbekal EZ-Link, kartu pass untuk MRT yang bisa di top up. Tapi ga ada salahnya untuk mencoba day pass unlimited. Untuk 1 hari keliling Singapore menggunakan bus atau MRT sudah tidak bayar lagi. Harganya $10 plus $10 untuk deposit. Deposit akan dikembalikan pada saat pengembalian kartu.

Unlimited Tourist Pass
Naik MRT rasanya seperti naik BTS di Thailand. Semuanya berjalan lancar dan teratur. Karena teman-teman baruku menginap di Traveller@SG di daerah Lavender, aku pun ikut dengan mereka dan finger crossed supaya masih ada kamar kosong. Namanya juga traveller, penjelajah, gak seru kalo gak pakai tersesat. Muter-muter di King George sampai ditunjukin arah yang sebenarnya berlawanan oleh seorang uncle ramah sampai nyasar nyasar kelewat jauh. Sejujurnya aku sudah mulai kecapaian dengan 13 kilo beban di punggung yang sejak keluar bandara gak pernah dilepas. Dan akhirnya ketemu juga hostel. Jaraknya cuma 10 meter dari lapangan baseball yang kami lewati tadi. Dan yuhuuu... ada kamar kosong. Bahkan kami semua ditaruh dalam satu kamar. Harganya $21 dolar dengan $10 dollar deposit yang akan dikembalikan saat check out.

Nikmatnya bisa meluruskan badan dan kaki. Kalau diturutin keinginan badan, aku pengen banget langsung tidur.Tapi teman-teman sudah bersemangat untuk explore ke Marina Bay Sand malam hari, jadi hayuuk saja.

Kami naik MRT dari Lavender ke Raffles Place. Turun dari Raffles Place agak-agak bingung liat taman dan juga gedung tinggi. Mengandalkan GPS yang ternyata kita salah bacanya hahaha. Akhirnya pakai GPS mulut saja, nanya sama mbak-mbak yang kebetulan lewat depan kita. Sumpah, aku ga bosan-bosan salut sama negara ini. Gak ada yang buang sampah sembarangan, ga ada yang menerobos rambu lalu lintas biar ga ada polisi walaupun jalanan sepi. Semua taat dan rapi. Mungkin karena negara kecil dengan rakyat seuprit, jadi gampang ngaturnya kali ya. Akhirnya setelah kita beberapa kali bertanya, sampai juga di Merlion.

Merlion, simbol Singapore yang terkenal itu terletak diseberang Marina Bay Sands yang sekarang ini juga menjadi landmark Singapore. Dari Merlion sudah terlihat gemerlapnya Marina Bay. Yep, lokasi ini selain tempat fine-dinning juga merupakan obyek yang menarik saat malam hari untuk menikmati suasana Singapore malam hari. Setelah puas dengan foto hunting kami pulang untuk mengejar MRT terakhir.
Laser Show di Marina Bay Sands
 

Pagi harinya kami bangun sekitar jam 7 pagi, menunggu giliran mandi dan siap-siap. Kami sarapan di stasium Lavender. Sebenarnya di hostel juga ada free breakfast, tapi karena roti gak nendang makan kami lebih memilih mencari nasi di restoran. Ada resto take away yang menyediakan makanan $2 sebungkus. Plus es kopi di Kopitiam seharga $1.25 yang ajieb rasanya. Sebenarnya beli es kopi di Kopitiam hanya untuk numpang makan. Rasanya sungkan mau makan di jalan atau di taman kota.

Hari ini kita mau ke Gardens By The Bay. Dari Lavender ke Marina Bay dengan berganti MRT di Raffles Place. Sampai di St. Marina Bay lewat sebuah terowongan bawah tanah (under ground link way) yang full kaca sehingga kita bernarsis ria. Terowongannya bersih, gak ada secuil sampah apalagi tuna wisma atau pengemis mangkal. Gak panas karena sudah full AC. Tempat ini benar-benar seperti lorong sebuah mall.
Travel-mate of the day - Andi, Ainun, Neneng, Panji 
Begitu tiba kembali dipermukaan disambut dengan matahari yang menyengat. Marina Bay Sands berdiri dengan megah dibelakang. Yup.. saatnya untuk narsis!! Di Garden By The Bay ada yang gratis dan ada yang gak. Untuk Outdoor Gardens tidak perlu bayar alias gratis, Conservatories dikenakan biaya $8-$28, tiket Skyway $3-$5, tiket Gardern Cruiser $3-$5. Tapi aku sudah puas di outdoor gardens saja. Suasana dan juga tatanan taman ni sangat indah. Betah banget duduk diantara pohon dan menikmati indahnya pemandangan.

Setelah di rasa cukup, kami kembali ke stasiun MRT menuju ke Orchard Road. Pengen tahu Orchard Road yang terkenal itu. Tapi ternyata salah waktu. Hari Minggu jalan itu seperti lautan manusia. Hari Minggu merupakan hari libur para pekerja rumah tangga dan agaknya Orchard Road merupakan tempat favorit mereka berkumpul. Bahkan stasiun MRT pun penuh sesak.


Setelah berkeliling sebentar kami kembali ke stasiun MRT dan menuju Bugis. Pengen shopping barang murah? Disini tempatnya. Meski aku bukan tipe tukang belanja, ternyata dari semua negara yang kukunjungi, justru paling kalap disini. Karena berpikir ini adalah tempat yang pas untuk membeli oleh-oleh, tanpa harus  menggotongnya berhari-hari. Akhirnya tangan gak sempat pegang kamera lagi.


Jam 4 sore kami kembali ke hostel. Aku bersiap-siap dan packing. Aku makan sore sebentar karena seharian makanan yang masuk hanya sarapan tadi pagi. Terlalu bersemangat buat jalan-jalan sepertinya hingga melewatkan makan. Kembali naik MRT keChangi Airport, tak lupa untuk menukarkan Tourist Day Pass. Lumayan $10.

Sambil menunggu check out aku melihat sesuatu yang cantik ini. Tetesan-tetesan gelas ini bergerak dan membentuk pola sesuai dengan irama lagu. Cantik banget... Well, aku akan kembali ke Singapore lagi suatu hari nanti. Untuk mengunjungi beberapa tempat yang tidak sempat ku kunjungi karena keterbatasan waktu. Good bye Singapore, I'll see you in another time...

Juni 08, 2013

Cerita Singkat di Ho Chi Minh

Setelah selesai urusan imigrasi Kamboja, kembali masuk ke bus karena jarak border Kamboja dengan Vietnam lumayan. Kira-kira 5 menit naik bus. Petugas dari Mekkong Express meminta semua passport penumpang untuk dikumpulkan dan di urus ke bagian immigrasi Vietnam. Sampai juga di border Vietnam penumpang harus membawa semua bagasi kedalam immigrasi untuk di scan. Disana petugas yang mirip porter yang bersedia membawa bawang-barang dengan charge kurang lebih $2-$10, tapi Kandy bilang itu scam, tolong jangan diindahkan. Ah, untung saja ada teman lokal.

Jadi dalam saat kita ngantri imigrasi kita diharuskan membawa serta barang bawaan kita, setelah stempel masuk immigrasi Vietnam, barang bawaan kita akan di scan sebelum masuk ke wilayah Vietnam. Yang jadi masalah di border ini, petugasnya amat sangat lelet sekali. Entah karena sudah sore atau memang demikian. Antrian orang dan barang sampai keluar ruangan karena petugasnya sibuk melayani petugas porter yang memotong antrian. Mungkin karena itulah porter mematok harga tinggi, karena selain mereka membawa barang kita, mereka juga bertindak selayaknya calo di imigrasi. Yang aku lihat masuk dari Kamboja ke Vietnam kali ini, wajah kita gak ditengok sama sekali oleh petugas imigrasi. Karena begitu selesai stempel semua paspor akan diberikan kembali petugas dari Mekong Express. Dan petugas Mekong Express yang memanggil nama kita untuk segera scan barang.

Setelah hampir 1.5 jam berkutat di imigrasi Vietnam, akhirnya perjalanan dilanjutkan. Sampai di Ho Chi Minh sekitar jam 9 malam. Batas akhir bis Mekong Express berada di Pham Ngu Lau Street. Begitu turun dari bus, banyak orang menawarkan hostel dan hotel murah. Ini pertama kalinya aku on the spot alias gak reservasi via manapun. Pikirku, paling apes dapet hostel ala kadar atau hostel mahal, yang penting nyaman.

Untungnya hotel Jaime searah dengan dengan hostel yang aku tuju. Pertama kali aku ingin ke Ngoc Tao Guesthouse di 241/4 Pham Ngu Lao.st. Tapi ternyata sudah penuh. Akhirnya, kasihan dengan Jaime dan juga Kandy yang bawaanya lumayan berat, aku check in hotel di sebelah Ngoc Tao Guesthouse. Rate $12 sudah bisa dibilang mewah dibanding dengan dorm yang aku tinggali selama ini. Enak sih...tapi gak ada teman dan kurang greget saja.
gang antara Pham Ngu Lau dan Bui Vien

Setelah check in kami pergi ke hotel Jaime, sekalian jalan-jalan. Dari Pham Ngu Lau Street via gang dimana hotelku berada, akan tembus ke Bui Vien Street yang terkenal itu. Malam itu Bui Vien membuatku terpana. Orang-orang duduk dengan kursi kayu pendek. Cafe atau bar tumpah ruah sampai ke jalanan.

Paginya bangun selesai mandi aku bersiap-siap keliling kota. Karena waktu mepet dan aku harus bertemu Jaime dan Kandy, aku memutuskan menyewa tuktuk untuk berkekeliling kota. Singkat memang perjalanan kali ini ke ibu kota Vietnam ini. Lebih tepatnya hanya sekedar mampir karena waktu yang sempit dan juga hanya sedikit tempat yang wajib dikunjung. Object wisata mainstream seperti Chu Chi Tunnel perlu half day trip, shopping di Ben Than market dan beberapa museum. Jadi kupikir semalam di Ho Chi Minh itu sudah cukup.

Saigon Notre-Dame Basilica atau yang lebih dikenal dengan Katedral, merupakan peninggalan pada masa penjajahan Perancis. Pembangunan Katedral ini dimulai tahun 1863-1880. Dengan 2 menara lonceng setinggi 58 meter.



Menyeberang dari Katedral terdapat Ho Chi Minh Central Post Office yang merupakan salah gedung tertua di kota ini. Dibangun pada tahun 1886-1891 menurut design Gustave Eiffel, seorang arsitek Perancis yang terkenal dan menjadi simbol dari Ho Chi Minh.



Aku sempat mampir ke War Remnants Museum dan Reunification Pallace. Karena kesempitan waktu jadi gak sempat masuk kedalam. Cuma turun didepan dan fotoin bagian depan aja.

War Remnant Museum
Reunification Pallace
Dan kejadian memalukan ini pun berlangsung. Entah karena tukang tuktuk gak ngerti Inggis atau dia memang sengaja lupa soal negosiasi awal, pas aku bayar tuktuk sesuai kesepakatan 50.000 dong, dia marah-marah. Dia bilang nego pertama $5. Sebenarnya aku sudah mulai ngotot dan ga mau bayar. Tapi dia mulai teriak-teriak sampai dilihatin orang dan turis. Yah, dari pada aku malu dan berkepanjangan, aku bayar juga 100.000 dong. Setelah aku bayar satu orang lokal mendekatiku sambil bilang, "That man is really crazy." Aku nyengir masam, yeah, tell me about it.

Ketemu Kandy, aku menceritakan kejadian itu dan membuat temenku itu marah-marah. Kemudian kami bertiga berjalan kaki ke arah Ben Thanh. Dalam perjalanan Kandy mentraktir kami ka fi da, es kopi (tanpa susu) untukku dan Jaime. Hmm... sedap. Kopinya memang mantap dan sangat kental. Me likey!! Tapi mungkin kurang cocok dengan lidah bule sehingga si Jaime komentar sambil nyengir, gue ga bakalan bisa ngabisin neh... Akhirnya kopinya di ditumpahin ke gelasku.

Cho Ben Thanh, pasar yang terkenal dengan souvenir dan barang-barang murah ini. Disini aku cari kaus untuk kenang-kenangan dan kopi tentu saja. Murmer gak papa yang penting buuuanyak!!

travel of the day (Jaime, Kandy)
Karena aku harus mengejar pesawat jam 1.30 jadi kami batal untuk makan siang bersama. Akhirnya Kandy dan Jaime mengantarku mencari taxi untuk ke bandara. Dari Pham Ngu Lau Street ke bandara kira-kira 150.000 dong. Di bandara aku sempat ditahan untuk membuka daypack saat scan barang-barang kabin. Kandy memberiku sebuah pemberat kertas dari kuningan yang terlihat aneh di monitor. Tidak akan jadi masalah kalau kita kooperatif gak kenapa-napa. Pun kalau barang itu diambil aku relakan saja. Tapi akhirnya petugasnya bilang Ok aku boleh lanjut. Bye Saigon...see in another time.



Juni 07, 2013

Phnom Penh, Happy Birthday to Me!!

Sesuatu banget saat harus bangun jam 6.30 pagi, kemudian menunggu jemputan ke terminal bis dan menghabiskan nyaris seharian di dalam bis ditemani om-om dari Singapore pada hari ulang tahun. Inilah yang terjadi pada ultahku tahun ini. Dari awal mencoba otak-atik itinerary supaya pas hari H ga di dalam bis, tapi tetep saja gak bisa. Ya sudahlaaah. Bukan sesuatu yang buruk untuk melewatkan hari ini di dalam bis.

Sambil menikmati kopi terakhir di hostel Siem Reap, sekitar jam 6.30 pagi, jemputan van dari Mekong Express sudah datang. Kemudian van berkeliling menjemput penumpang lain dari hostel ke hostel. Sampai di terminal bus Siem Reap, yang rasanya sudah di luar kota banget, kami di drop di pangkalan Mekong Express. Ada yang sedikit aneh soal pengaturan bisnya. Bis dibagi menjadi 2 golongan : asian dan bule. Padahal kalau dijadikan satu juga gak bakalan penuh bis-nya.

Perjalanan hari ini di ikuti dengan udara yang sangat cerah (baca : panas banget ) Sampai AC yang pada mulanya membuat menggigil jadi sepoi-sepoi saja. Perjalanan Siem Reap ke Phnom Phen sekitar 6 jam perjalanan. Jam 11.30 saat makan siang, bus berhenti di sebuah resto siang sekitar 20 menit. Kemudian perjalanan dilanjutkan. Sekitar jam 3 sore sampailah di pool Mekong Express di Phnom Phen. Dari sini aku langsung membeli tiket Mekong Express ke Ho Chi Minh untuk besok siang sekaligus mengatur penjemputan van. Di luar loket, namaku sudah di antara tuktuk yang menjemput : "Welcome to Me Mate Place, Ms. Christine". Wuuih...berasa artis.

Aku sudah booking Me Mate Place via email. Sampai di hostel langsung di sambut menejer hostel bernama Ricky. Ternyata aku dikasih diskon, dari $8 - sesuai info di email - ke $7 plus $10 buat deposit yang akan dibalikin saat kita check out. Aku bilang dengan menejer hostel, kalau ada solo traveler yang mau sight seeing dan shared cost tuktuk untuk besok tolong info, ya. Ricky bilang dia akan info.

Hostelnya lumayan, dengan common room yang lumayan gede dan sebuah bar, bersih dan staff yang ramah. Dan lokasi mix dorm ternyata di lantai 4 yang cukup menguras tenaga kalau harus bolak-balik ke lobby. Mix dorm-nya ternyata besar sekali dan berisi 10 orang. 
Habis mandi aku keliling sekitar hotel sambil mencari spot makan. Suasana mendung dan hujan rintik-rintik. Beda banget sama tadi siang. Sekeliling hostel ternyata ada beberapa bar dan juga restoran dengan harga terjangkau. Aku mampir ke mini market untuk membeli air dan juga beberapa camilan. Dan kutemukan coklat Harsley dengan harga yang murah banget. Akhirnya borong juga coklatnya... 

Sampai akhirnya nemu sebuah kuil Wat Phom yang ternyata deket banget sama hostel. Wat Phnom adalah kuil yang menyimpan 4 buah patung budha yang ditemukan oleh Lady Phen dan juga tempat sembayang dan penyimpanan abu keluarga kerajaan. Untuk masuk ke area ini harus membayar $1 dollar. Tapi aku ga sengaja masuk lewat belakang, jadi gak bayar deh. Cuma sayang gak masuk ke dalam kuil karena banyaknya orang yang sedang sembayang. Takut mengganggu. 
 
Sampai di hostel, manajer hostel ngasih tau aku kalau ada satu cewek Indonesia -lagi- yang namanya Sylvi mau shared cost besok. Sampai dikamar, ternyata kamar sudah penuh orang. Sesama room mate kami semua berkenalan. Ada seorang expat yang tinggal di Jakarta yang lagi traveling sendirian, 6 orang ABG British yang sedang liburan kuliah, seorang photographer wanita dari Cape Town, cowok Vietnam yang sudah jadi warga negara Australia dan Martin, cowok Semarang!! Acara ramah tamah berlangsung sambil ngemil dan ngantri kamar mandi. Kemudian mereka ngajak makan malam, tapi karena hujan, aku males keluar. Sungguh, melihat keakraban mendadak ini, sepertinya aku ketagihan dengan yang namanya mix dorm.

Malam hari Sylvia menemuiku di dorm. Karena sama-sama tinggal di Jakarta kami jadi akrab seperti teman lama. Tukar cerita sambil menyusun itinerary perjalanan buat besok. Sekalian dapat teman Indonesia, akhirnya Martin aku ajak bergabung. Kan lumayan shared ongkos tuktuk bisa lebih murah.
Jam 7 pagi kami berangkat dari hostel. Pertama yang dituju adalah National MuseumTiket masuk ke museum $5. Karena kepagian -museum buka jam 8.30- kami cari makan dulu. Setelah agak lama putar-putar cari yang agak menyelerakan, akhirnya ketemu juga sarapan enak. Selesai makan kami masuk kedalam museum. Musiumnya resik, bangunannya bagus dan tidak membosankan seperti museum lainnya.
Kemudian kami ke The Royal Pallace yang sebenarnya dekat sekali. Udara sungguh panas menyengat saat kami memutari lapangan depan Royal Pallace. Royal Pallace sendiri menghadap ke sungai Tonle Sap yang besar hingga kupikir pantai. Tiket masuknya $7.5. Istana ini luas sekali. Beberapa dalam renovasi hingga kami tidak bisa memasuki area itu.

travel mate of the day
nemu foto Pak Karno
Selesai dari The Royal Pallace dengan kami lanjut ke Tuol Sleng Genocice Museum. Dalam perjalanan tuktuk melewati melewati Victory Monument. Kami berhenti sebentar karena pengen narsis walaupun panas menyengat.

The Victory Monument
Tuol Sleng sendiri dalam bahasa Khmer artinya Bukit Pohon Beracun. Dalam sejarah pasti banyak yang sudah tahu cerita mengenai museum. Pada masa Khmer Merah berkuasa pada tahun 1975 - 1979, tempat yang awalnya adalah sekolah Cina ini kemudian dijadikan markas dan penjara oleh Pol Pot untuk menginterogasi dan memenjarakan orang-orang yang tidak sepaham dengannya yang kemudian akhirnya dibunuh atau terbunuh selama masa interogasi.
numpang nampang
Dari banyak yang kudengar dan foto-foto seram di internet, aku merasa tidak begitu nyaman untuk masuk ke dalam museum ini. Akhirnya aku dan Sylvi menunggu Martin yang dengan gagah masuk sendirian di tempat ini. Tapi sempat nampang juga di pintu gerbangnya.

Jika ada waktu dan hati nyaman-nyaman saja, sebenarnya bisa mengunjungi The Killing Field. Tempat ini adalah kuburan masal bagi korban Tuel Sleng. Perlu tur setengah hari dari Phnom Phen jika ingin berkunjung kesini karena letaknya di luar kota.

Dari museum ini kami juga pergi ke Central Market. Menurut Sylvi yang kemarin baru saja mengunjungi Russian Market, Central Market lebih bersih dan nyaman dengan selisih harga tidak begitu jauh. Aku lihat pasar ini memang merupakan pasar modern yang dibangun khusus untuk turis. Banyak sekali dijual souvenir, perhiasan, kerajinan dan juga bunga-bunga hidup disini. Dan disini aku nemu es cendol. Seneng banget....
nemu cendol juga ^.^
Kembali ke hostel sekitar jam 1 siang karena Martin dan aku harus check out hari ini. Martin akan kembali ke Indonesia dan aku akan melanjutkan perjalanan ke Ho Chi Minh. Di hostel aku sempat membersihkan badan dan packing kemudian aku menunggu jemputan dari Mekong Express. Di lobi bertemu dengan Kevin yang lagi main gitar.

Jam 1.40 aku mengucapkan selamat tinggal pada Martin, berjanji akan selalu keep in touch setelah di Indonesia. Di dalam mobil jemputan aku bertemu dengan Kandy - cewe Vietnam - dan juga Jaimee - turis dari Inggris - yang sudah ditakdirkan menjadi travel mate-ku selama di Ho Chi Minh.

Berangkat dari Phom Phen sekitar jam 2.30 via mekong Express. Perjalanan dari Phnom Phen ke Ho Chi Minh memerlukan waktu sekitar 6 jam. Aku duduk dengan jamie sedangkan Kandy di belakang karena nomor tempat duduknya berbeda. Sebenarnya Jamie dan aku tidak bersebelahan, tapi oleh Mekong Express kami di taruh bersebelahan. Seperti biasanya seorang pemandu memberitahukan estimasi lama perjalanan dan provinsi apa saja yang akan di lalui dan juga pembagian makanan kecil. 
Jamie dan penggemarnya
Dari jalan kemudian naik ferry dan melanjutkan perjalanan kembali, sekitar jam 5 sore bus berhenti selama 20 menit disebuah restoran untuk makan sore karena pada saat memasuki wilayah Vietnam bus tidak akan berhenti lagi. Restoran tersebut tidak jauh dari perbatasan Kamboja - Vietnam. Hanya sekitar 10 menit perjalanan. Setelah turun dari bus, kami antri di imigrasi Koamboja. Scan finger lagi dan THOK!! dengan satu stempel kami SAH keluar dari Kamboja.