Juli 17, 2012

Menikmati Pagi Dengan Lumba-Lumba di Teluk Kiluan

Jika belum pernah mendengar surga yang satu ini, saatnya siap-siap mempertimbangkan tempat ini di agenda weekend gateway. Teluk Kiluan berada di Kecamatan Kelumbayan, Kab. Tenggamus, Lampung. Sebelumnya Teluk Kiluan dari Jakarta untuk perjalanan weekend gataway terasa tidak memungkinkan. Karena dari beberapa referensi dari Om Google seharusnya 3-4 hari karena sulitnya transportasi. Sempat ciut juga, tapi setelah blak-blakan dengan anggota, paling apes kita ambil harus cuti hari Senin. Beberapa sempat mundur karena itu. Baiklah, karena masih lebih dari 5 orang dan bujet kasar masih masuk akal akhirnya kami nekat pergi.

in action bareng tukang ojek depan gerbang Teluk Kiluan
Jumat malam kami berkumpul di Slipi Jaya untuk bersama-sama berangkat naik bis ke Pelabuhan Merak, Banten. Beberapa sudah berangkat dari wilayah Tangerang. Lucunya adalah, meskipun kami sering berkomunikasi via whatsapp dan SMS, kami tidak pernah bertemu. Yah, itulah petualang. Tidak akan pernah sendirian. Setelah sekitar 3 jam perjalanan akhirnya rombongan Jakarta bertemu dengan rombongan Tangerang dan jumlah sekarang jumlahnya tepat 11 orang.

Kapal Merak - Bakauheuni berangkat sejam sekali. Kami berangkat dari Merak jam 12 malam. Merapat ke Bakauheuni sekitar jam 3 pagi. Mobil yang kami sewa sudah menunggu di Pelabuhan Bakauheuni. Dikarenakan sarana transportasi umum masih sangat jarang dan untuk menghemat waktu salah satu cara adalah menyewa mobil dari pelabuhan Bakauheuni. Kalau mau sebenarnya Asse, pemandu kami di Kiluan bisa menyediakan mobil untuk penjemputan ke Bakauheuni. Tanpa membuang waktu kami langsung berangkat ke Kiluan karena masih harus menempuh perjalanan selama 4-5 jam lewat darat.

Diluar Bandar Lampung jalanan masih sangat rusak dan bumpy sehingga sama sekali ga bisa beristirahat. Jalan itu sendiri di tepian laut dan bukit yang lumayan terjal sehingga mobil harus jalan pelan-pelan. Kami sampai dirumah Asse sekitar jam 7.30 pagi. Sarapan telah disiapkan. Bermacam gorengan, teh dan kopi. Sambil sarapan Asse menjelaskan padaku mengenai jadwal hari ini.

Setelah sarapan, kami langsung menuju Pantai Pegadung dengan motor. Pegadung terletak 10 kilometer dari Teluk Kiluan atau sekitar satu jam dengan naik motor. Jalanan belum tidak bisa dengan mobil karena masih rusak berat dan juga pada satu titik jalan tertutup oleh sungai dengan batu-batu besar sehingga penumpang harus turun dan menuntun motor.


Setelah itu motor membelok ke sebuah jalan setapak di dalam hutan kecil. Jalan setapak ini langsung menuju ke sebuah pantai yang indah. Pantainya berbatu licin dan tajam. Meninggalkan motor disamping hutan, kami mulai trekking sedikit kearah Pantai Pegadung. Mendekati pantai, melewati batu-batu, memanjat karang dan menemukan sebuah pemandangan yang luar biasa. Pemandangan dari atas karang ini sungguh spektakuler. Langit biru cerah, angin laut yang berhembus kencang, karang terjal menjulang menantang langit dengan deburan ombak kejam menghantam. Aku benar-benar terpukau dengan keadaaan alam yang kontras ini.


Selanjutnya Karang Bolong. Pantai ini tersembunyi di antara karang dan hutan. Lebar ceruk ini tak lebih dari 8 meter persegi dan di kelilingi karang. Kalau air pasang tidak mungkin untuk memasuki ceruk ini karena pasti terendam air. Membutuhkan sedikit energi untuk mencapai mendaki dan menuruni bukit. Tapi dalam ceruk kecil berbatu itu aku bisa beristirahat. Berbaring diatas batu-batu pantai yang dingin, ditambah antara kurang istirahat semalam dan juga trekking hari ini dan juga suara laut serta semilir angin, aku benar-benar jatuh tertidur.


Tiba saatnya makan siang, kami menuju sungai yang kami lewati tadi. Makan siang sambil mandi di sungai yang segar. Weeew... ga ada agenda bisa mandi di sungai di Jakarta, makanya tanpa ragu-ragu pada nyemplung di sungai. Sebenarnya masih ada satu agenda untuk trekking ke air terjun yang merupakan mata air sungai ini. Tapi semua setuju untuk menghapusnya dari jadwal karena trekking membutuhkan waktu 2 jam. Tak sanggup lagi untuk trekking dan kami ingin melihat sunset di Teluk Kiluan.

'nyemplung' - bahagia itu sederhana

Dengan penuh semangat kembali ke rumah Asse untuk mengambil backpack dan peralatan untuk camping. Yap!! Kita memutuskan untuk camping untuk menghemat. Menuju ke teluk Kiluan kami menaiki perahu jukung untuk menuju seberang Pulau Kelapa. Ya, seberang pulau Kelapa, karena pulau Kelapa sudah di book untuk reuni satu organisasi, jadi kami tidak bisa camping di sana. Tak apalah, toh bukan hal penting karena jarak pantai dengan Pulau Kelapa hanya sekitar satu kilo.

 
jukung, transportasi antar pulau
Selesai mendirikan tenda, kita bebas bermain-main di pantai. Berenang, mengubur Emir di dalam pasir dan berpose gokil dan ....*piiiiiip* cuma ini yang boleh di publish. Tapi bener-benar kocak banget travel bareng mereka. Bikin awet muda dan sakit perut.


Kemudian sore hari antri untuk mandi. Karena kamar mandi hanya satu, maka acara mandi pun ga bisa berlama-lama. Bahkan harus berbarengan untuk menghemat air karena air kadang mati. Dan inilah yang ditunggu-tunggu, sambil duduk di dermaga, membawa camilan, kami menunggu matahari tenggelam. Rasanya sesuatu banget deh... tidak melakukan apa-apa, menikmati senja dengan teman-teman di pinggir pantai yang indah.


Malam hari setelah makan malam, kita bersenda gurau di dermaga. Kemudian tidur karena besok harus bangun pagi untuk melihat lumba-lumba. Tapi sebagian masih mau bakar ikan dan ngobrol. Kalau aku sendiri sudah memilih masuk tenda dan tidur.

Keesokan hari lagit cerah. Dengan memakai life vest, kita siap untuk berburu lumba-lumba. Berburu disini bukan untuk dibunuh dan dimakan ya. Kita hanya melihat dan menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Untungnya ombak di laut tidak begitu besar. Jadi dengan tenang jukung bisa berputar-putar sekitar teluk.



 


Puas dengan perburuan foto, kita kembali ke pantai dan siap-siap untuk snorkel. Acara ini gak jauh-jauh amat karena cuma di sekitaran Pulau Kelapa. Snorkel disini mesti extra hati-hati karena kadang tidak sadar kita terlalu jauh dan terjebak arus. Karangnya masih dalam rehab jadi mesti hati-hati agar tidak menginjak karang-karang muda itu.


Sekitar jam 11 kembali ke pantai untuk packing karena perjalanan cukup jauh dan supaya tidak terlalu malam sampai di Jakarta. Sampai di Pelabuhan Bakauheuni sekitar jam 5 sore, syukurlah.... dan kami langsung ambil kapal selanjutnya.


Full TEAM pictures



Note :  Teluk Kiluan contact person Asse - 0813.7936.5147 / 0823.7263.5106

Thanks to :
- Underwater photos: Cahyo Imam
- Dolphines photos : Bimowisda
- Group pictures diambil dari kamera Ajeng Sitaresmi

Mei 08, 2012

Bangkok untuk Pemula

Yep. Tiket dan hotel sudah ditangan. Acara ngebolang di Thailand pun dimulai. Air Asia delay sampai hampir 2 jam. Memang dapat kompensasi makan sih, tapi tetap saja bete habis di bandara. Akhirnya jam 6 lebih pesawat bisa take off. Sampai di bandara Suvarnabhumi sekitar jam 11 malam. Maklum, masih takut-takut jadinya naik taxi sekitar 480 THB.

Kali ini biar backpacker hotelnya tetep di Legacy Suites Bangkok. Hadiah dari doi yang ga tega liat pacarnya, berkeliaran sendirian di negeri orang. Begitu ngelihat hotelnya aku langsung geleng kepala. Ini mah bukan backpcker!! Yuhuuuuu....
  
   
 
Pengennya sih cepet-cepet menjajah dunia malam Bangkok yang terkenal itu. Tapi badan sudah capek dan ngantuk berat. 

Paginya tiba-tiba pusing melanda dan cramp perut yang hebat. Pengen nangis rasanya mikir kalo trip ini mesti berakhir dengan terkapar di tempat tidur. Aku telepon Elyas, cowok Jakarta yang kukenal via dunia traveler, yang juga sedang backpacker-an di Bangkok. Ternyata dia sedang jalan-jalan di Ayyuthaya. Akhirnya duduk diam di kamar sambil baca buku.



Jam 2 siang saat perut sudah mendingan, aku keluar sekitaran hotel untuk mencari makan siang. Mengingat bujet makan di hotel akan sangat menguras kantong, mendingan cari makanan di warung saja. Kejadian lucu pun terjadi. Biarpun Bangkok merupakan tujuan wisata yang terkenal, penduduknya gak banyak yang tahu bahasa Inggris. Jadi untuk mengakalinya, aku minta tolong dituliskan tujuanku oleh resepsionis hotel. Selebihnya menggunakan body language tapi tetep saja mereka gak ngerti. Tapi orang Bangkok sangat ramah kok sama turis. Judulnya hari ini hari yang santai, tanpa jalan-jalan yang berarti dan hanya menikmati bacaan dan TV kabel. Huft...what a waste!! 

Esok paginya ga ngerti mau pergi kemana dulu. Pagi-pagi dadakan googling mencari one day tour dari Bangkok, karena sayang banget kalo harus nginep diluar lagi. Secara hotel sudah di bayar lunas. Jadi hari ini jadwalnya Wat Traimit - Wat Pho - Grand Pallace. 

Dari hotel aku harus ke Soi 20 untuk nunggin bis 509. Eeerr... bolak balik liat tanda jalan, baru aku ngeh kalau sepanjang jalan dari hotel itu jalan dengan angka ganjil dan seberangnya dengan angka genap. Akhirnya dengan takut-takut - karena ga ada jembatan penyebrangan dan aku gak gitu pinter nyebrang jalan - aku berhasil menyeberang. Menunggu agak lama di halte - sempat curiga juga kalau om Google salah ngasih petunjuk - akhirnya seorang mbak-mbak yang sama-sama nunggu bis noel aku dan nunjukin bis yang kutunggu sudah datang. Bis AC no 509, setara dengan Trans Jakarta saat masih gress. Nyaman sekali dengan tiket seharga 14 bath dan perjalanan sekitar 40 menit. Kondekturnya galak saat nanya aku mau turun dimana. Aku bilang ke Wat Traimit, tapi dia gak ngerti-ngerti juga. Akhirnya salah satu menumpang angkat bicara, akhrinya dia mengangguk-angguk ngerti. Kemudian kondekturnya nunjuk kursi kosong, "SIT." Ternyata dia baik juga, mingkin logat bicaranya memang galak. 

Wat Traimit Witthayaram juga disebut, Kuil Buddha Emas. Patung emas Buddha setinggi 3.98 meter, 3.13 lebarnya dengan 5 tons emas murni!! Kuil ini dekat dengan Chinatown-nya Bangkok.Untuk masuk ke Kuil ini dikenakan biaya 25 Bath dan 100 Bath jika sampai masuk musiumnya.

Kata Om Google, dari Wat Traimit seharusnya aku naik bus 507 ke Raksa Din Daeng terus jalan sebentar ke Wat Pho. Tapi dari orang lokal aku mendapatkan petunjuk bahwa dari pintu keluar Wat Traimit ke arah Yaowaraj, aku harus menyebrang jalan ke arah Chinatown kemudian naik bus 01 yang langsung ke Wat Pho. Bus ekonomi dengan tiket 16 sen untuk perjalanan 15 menit. Gak percaya banget sama harga tiketnya. Murah banget. Gak kaya metromini yang jauh deket 2000 perak, disini harga di tentukan oleh jauh dekat perjalanan kita.

Wat Pho tempat yang sangat luas. Gak cukup di jelajahi selama 1-2 jam saja. Bangunan seluas 20 hektar dengan 20 gedung setara dengan harga tiket masuknya yang 100 bath. Berbeda dengan Wat Traimit yang di dominasi warna putih dan emas, kuil ini sangat berwarna. Corak bunga dan warna-warna cerah. Wat Pho juga dikenal dengan The Vihara of Reclining Buddha. Di kuil ini terdapat patung Buddha yang sedang berbaring sepanjang 46 meter, tinggi 15 meter dan kaki-kaki 3 meter dan panjang 5 meter.



Saat aku meninggalkan Wat Pho jarum jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Sudah terlambat untuk masuk ke Grand Pallace yang buka dari jam 8-3 sore. Padahal Grand Pallace dari Wat Pho itu deket banget. Yah, mungkin besok aku bisa ke Grand Pallace dan Khao San Road, kampung backpacker terbesar di Asia. Sekarang saatnya pulang ke hotel. Karena aku dapat SMS dari Ely untuk bertemu di Siam dan nonton Muay Thai gratis di BMK mall jam 6 sore. Untuk balik ke hotel, aku harus naik bus AC no. 48 dan tiket seharga 18 bath.

Aku pikir macet itu cuma ada di Jakarta. Tapi ternyata Bangkok juga punya. Masuk ke daerah Shukumvit, tempat hotelku berada, macetnya gak ketulungan. Akhirnya dari Wat Pho ke hotel memakan waktu 3 jam lebih. Aku telepon Ely untuk mengabarkan kalau aku gak bisa ketemuan lagi hari ini. Huft.

Aku baru sadar kalau di area Sukhumvit mempunyai kehidupan malam yang cukup asik. Saat itu aku sedang mencari resto makanan khas Thailand, tapi tiba-tiba nemu satu jalan yang amat sangat gemerlap dengan lampu neon dan music hingar-bingar. Rasa penasaran aku numpang lewat menyusuri jalan itu. Hmm... setengah tertegun melihat cewek setengah telanjang dengan tarian erotis di depan masing-masing bar, sehingga pengunjung dan orang yang lewat bisa melihatnya. Ada sales cewek yang berdiri di depan bar dan siap untuk merayu pengunjung. Aku gak pernah liat yang kaya gini. Pernah sih liat cewek penjual pinang di Taiwan dengan pakaian sexy di jendela kaca. Tapi ini WOW. Sampai esok harinya aku baru tahu nama jalan ini adalah Cowboy Street yang terkenal itu.

Esok hari akhirnya aku akan bertemu dengan Ely. Kami bertemu di BTS Mo Chit. Dia pengen lihat Butterfly Garden dan nantinya akan bertemu dengan temannya di Siam. Jadi, ini pertama kalinya aku pakai BTS dan benar-benar jadi warga Bangkok. Dari hotel di Sukhumvit  Soi 29 jalan ke arah Soi 21 -Terminal 21- Beli tiket BTS harus pakai uang koin. Kalau ga punya, di setiap stasiun BTS ada tempat untuk menukar uang receh. Di mesin otomatis pembelian tiket, biasanya map BTS, kita tinggal cari stasiun tujuan kita, disitu ada angka tertulis berapa yang harus kita bayar. Pilih (pencet tombol) jumlah yang tertera sesuai peta, masukan uang receh ke mesinnya. Kalau uang yangdimasukkan lebih, ada uang kembalinya. Setelah jumlahnya tepat kartu access akan keluar. Kartunya jangan sampai hilang ya. Oh ya, jangan coba bayar kurang ya, nanti di stasiun yang dituju gak bisa keluar stasiun. Mudah kan? Kalau masih bingung bisa tanya dengan orang sekitar. Mereka ramah-ramah kok.

BTS Mo Chit
Saat di dalam kereta yang nyaman aku berpikir, seandainya saja proyek Jakarta monorail dan juga perluasan taman dalam kota bisa dilaksanakan, pasti Jakarta menjadi kota yang nyaman untuk ditinggali. Aku bener-bener iri dengan warga Bangkok yang memiliki keduanya. 

Butterfly Garden terletak di dalam taman kota yang super luas. Sampai aku dan Ely berkali-kali tersesat. Tidak masalah sebenarnya. Kami berdua bisa menikmati acara jalan-jalan di taman kota yang nyaman dan teduh dengan pemandangan orang pacaran. Tapi akhirnya kami sampai juga.
Dari Mo Chit kita ke Patpong karena Ely harus check out hostelnya. Patpong juga merupakan lokasi hiburan malam yang semarak di Bangkok. tapi untuk explorasi sendirian dimalam hari sepertinya gak mungkin. Apalagi katanya banyak scam yang menyeramkan disini. Kembali ke Siam kami bertemu dengan Kiddee, teman traveler lokal yang sangat baik. Kiddee mengenalkan kami dengan sebuah resto yang membuat kami ketagihan. SOMTAM.
Ely & Kiddee
Esok harinya hari yang santai. Sepanjang siang hanya berenang, nonton TV dan baca buku. Baru pas kelaparan keluar cari makan. Sore hari di telepon Kiddee. Dia dan pacarnya, Chelsea, mengajakku ke sebuah bar - aku lupa namanya - dan di bar itu ada free pizza sampai jam 9 malam. Sebenarnya mau ketemuan juga dengan sepasang teman Italy di sebuah gay bar di Chit Lom, tapi karena buka bar-nya tengah malam, akhirnya Kiddee ngajakin ke Nana area.

Nana adalah setting tempat dari novel Private Dancer yang di hadiahin si doi saat dia tahu aku mau ke Bangkok. Settingnya di Nana Plaza, salah satu tempat hiburan malam terbesar di Bangkok. Tempat ini banyak sekali bar bertebaran di sepanjang jalan. Bedanya banyak juga protitusi yang dengan terbuka bernegosiasi sama pembelinya disini. Anehnya, Nana adalah lokasi kaum India dan Arab disini. Banyak sekali resto India dan Arab dan juga tempat pijit plus plus. Hmmm... satu hal lagi yang aku temui di Bangkok yang gak ada di Indonesia. Saat kami berjalan pulang dar Nana ke hotel, banyak mini bar atau bar kaki lima yang di jumpai disini.
Hari terakhir untuk menjelajahi Bangkok. Aku memilih menyusuri sungai Chaou Phraya dan melihat Wat Arun dan... well, lihat saja nanti. Sebenarnya kalau naik perahu dari Chao Praya ke Grand Pallace, Wat Arun dan What Pho saling berdekatan. Namun kemarin baru saja di info oleh Ely, kalau Grand Pallace tidak sepadan dengan harga tiket yang 400 bath.


Dari BTS Asoke transit ke Siam dan berganti BTS ke Saphan Taksin. Dari Saphan Taksin sudah sangat dekat ke pier perahu yang membawa kita sepanjang sungai Chao Phraya. Tinggal keluar dari pintu sebelah kiri BTS dan berjalan kaki kira-kira 20 meter.

Wat Arun atau Wat Chaeng atau kuil Senja lokasinya berada di sebelah barat sungai. Pada masa Raja Taksin, Wat Arun ada Kuil utama yang menyimpan patung batu emerald Buddha dan Pra Bang yang telah dipindahkan.
Wat Arun dari seberang sungai
Grand Pallace dari Wat Arun
Chao Phraya adalah sungai terbesar di Thailand. Mengalir kearah selatan sepanjang 372 kilo meter. Bisa dibilang sungai ini bersih tanpa sampah. Dan pemandangan Bangkok dari sungai sangat mengesankan. Aku benar-benar sangat menikmati perjalan ini dan mengambil banyak foto di sini.

Di atas kapal aku mendengar sepasang turis bercakap-cakap mengenai pasar Chathucak. Pertama kali aku pikir aku harus balik lagi ke BTS Siam dan pergi ke BTS Mo Chit. Tapi dari pier 18 -aku lupa namanya- akan lebih dekat ke Chathucak. Lebih seru rasanya kalau mencoba jalan baru. Jadi aku turun di pier 18 dan naik ojek sebesar 10 bath untuk ke halte bus paling dekat. Dari halte aku harus menunggu bus ekonomi No. 3 ke Cathuchak dengan tiket 8 bath. Lebih murah daripada naik BTS. Sekitar 20 menit kemudian aku sampai di Cathuchak

Chatuchak Weekend Market seluas 35 hektar, 68 lorong dan lebih dari 8 ribu pedagang. Bisa dibilang Cathuchak adalah surga untuk tukang belanja. Di pasar ini bisa ditemukan apa saja di satu tempat dengan harga miring. Jadi banyak grosir, pedagang eceran dan juga turis datang kemari untuk berbelanja sepuasnya.
Hari terakhir di Bangkok. Aku check out dari hotel sekitar jam 10 pagi dan pergi ke Siam. Aku ingin makan Kai tao  (ayam goreng ala SOMTAM) yang membuatku ketagihan itu. Juga green milk tea di pedagang kaki lima. Aku sudah janjian dengan Kiddee dan Chelsea untuk makan siang di Somtam. Seperti biasanya tempat itu selalu penuh dan kami harus mengantri untuk masuk restoran.

Jam 4 sore aku harus mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman baruku. Berjanji untuk tetap berkoresponden setelah ini. Aku kembali ke hotel untuk mengambil barang-barangku. Dari hotel naik taxi ke Makasan Airportlink yang langsung menuju airport, yang hanya menghabisakan 85 bath dibanding saat pertama kali aku datang, naik taxi sekitar 480 bath. Tapi paling tidak aku sudah agak pandai naik transportasi umum di Bangkok. Kalau kemali ketempat ini, bukan masalah.

Suvarnabhumi Airport