Happy Trekking Gede Pangrango diprakarsai oleh
Kelompok Petualang P24 yang juga merupakan perayaan ulang tahun Edwin, teman
kami.
Meeting point kali ini di
terminal Kampung Rambutan. Sekitar jam 11 malam kami
berkumpul dan langsung naik bis jurusan Kp. Rambutan-Ciawi/Bandung via Ciawi.
Harga tiket 15.000 rupiah (Ekonomi). Perjalanan sekitar 2-3 jam, tergantung
macet tidaknya. Turun di Cibodas (sekitar pertigaan Cibodas) kami
lanjutkan ke dengan angkot kuning
jurusan Cipanas-Cibodas dengan membayar 5.000 per orang. Setelah beristirahat
dan sarapan subuh (sarapan yang terlalu pagi) dengan Indomie dan Teh manis
panas, akhirnya berjalan menuju gerbang Taman Nasional Gede Pangrango.
|
... siap-siap nanjak ...
|
Setelah check in dan pengecekan peserta seperti
yang tertera pada simaksi
(pendaftaran dilakukan jauh-jauh hari, sekitar 2 minggu sebelum pendakian), pada
pukul 7.30 pagi, perjalanan kami mulai. Dari awal pendakian sudah terasa terjalnya
tanjakan. Menurut beberapa teman yang sudah expert
dalam pendakian gunung ini, jalur Cibodas-Pangrango memang lebih curam tanjakannya
meskipun jalurnya lebih pendek dibanding lewat Gunung Putri yang jalurnya lebih
panjang dan agak landai.
Setelah satu jam
berjalan, titik peristirahatan pertama di sekitar Danau Biru. Setelah istirahat sekitar 10 menit, trek dilanjutkan dengan melewati Rawa Gayonggong.
Rawa ini semula adalah kawah mati yang menampung air dan ditambah erosi tanah
menyebabkan rawa ini banyak ditumbuhi rumput-rumput yang merupakan habitat dari
Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas).
Rawa ini sudah dibangun jembatan beton. Jika keadaan tidak berkabut, dari
jembatan ini bisa dilihat puncak Pangrango yang gagah. Kemudian trek
dilanjutkan dengan trek jembatan kayu yang juga merupakan bonus bagi para pendaki. Setelah itu kembali dilanjutkan dengan
trek berbatu.
|
jalan beton melewati Rawa Gayonggong |
Trek yang dilapisi
oleh pecahan batu ini mungkin dibuat untuk menahan erosi tanah dan mempermudah
perjalanan para trekker. Namun karena
penataan batu-batunya tidak begitu bagus (dengan banyaknya ujung dan pinggiran
yang tajam mencuat) hingga, trek ini menyakiti kaki dan jika tidak berhati-hati
bisa terjatuh dan berakibat fatal.
Titik peristirahatan
yang kedua di Panyangcangan. Di peristirahatan ini jalan terbagi dalam dua
jalur. Jalur menuju puncak Gede Pangrango dan jalur menurun menuju ke air
terjun Cibeureum. Karena kami nantinya akan melewati jalur yang sama dan waktu
semakin sempit, air terjun akan dijelajahi besok pagi.
Setelah istirahat
selama 15 menit, kami mulai mendaki kembali. Kali
ini cobaan terbesar pun dimulai. Sampai persinggahan ke Air Panas hujan turun
dengan derasnya. Untung saja jas hujan telah dipersiapkan. Bayanganku Air Panas
adalah sebuah sungai dengan air panas. Tapi Dwie berkata Air Panas adalah
sebuah air terjun. Baiklah, jadi kami akan melewati sebuah air terjun berair
panas. Namun semua dugaanku keliru. Kami bukan melewati sisi air terjun dengan
air panas, melainkan berjalan di tengah
sebuah air terjun berair panas. Bloody
hell… Hujan demikian deras, kami harus berjalan melewati tanjakan berbatu
dengan lebar kira-kira satu meter. Dengan sebuah tebing batu yang mengucurkan
air panas dengan deras, mengalir pada batu-batu yang kami pijak dan kemudian
jatuh ke dalam jurang pada sisi lainnya. Bebatuan itu menjadi yang sangat licin
dan berbahaya. Apalagi perbedaan suhu panas dan dingin membuat sekeliling Air
Panas beruap tebal. Pembatas jurang hanya dipagari oleh seutas kawat tebal.
Benar-benar satu pengalaman yang sangat menegangkan saat melewatinya.
|
air terjun Air Panas |
Trekking dilanjutkan
dalam hujan deras. Perjalanan pun semakin melambat karena
jalan menjadi licin. Kelelahan, kelaparan, hujan dan kedinginan karena pakaian
basah pun mendera badan. Mimi dan aku tertatih-tatih dengan disemangati Edward.
Niko juga terseok-seok dibelakang kami. Kami sampai di Kampung Badak sekitar
jam 2 siang. Sambil menunggu anggota
lain kami melahap nasi bungkus yang kami beli tadi pagi. Setelah selesai
aku terlentang dan terlelap. Entah berapa lama aku tertidur dan hujan deras
membangunkan aku. Ternyata tidak semua tim bisa
melanjutkan sampai ke Kampung Badak karena drop.
Ade tidak bisa melanjutkan perjalanan dan memilih tinggal di persinggahan
Kampung Batu. Akhirnya team harus
dibagi menjadi 2, meneruskan perjalanan ke Puncak Pangrango dan yang lain
kembali ke Kampung Batu untuk menemani Ade. Voting
diambil, dan akhirnya Lenggo, Deny, Okke, Timbul dan aku harus kembali ke
Kampung Batu. Tambahan 6 jam trekking
ke Puncak Pangrango setelah 7 jam pendakian dan dalam keadaan hujan seperti ini
membuatku harus berpikir lagi. Aku mengalah dengan dengan kondisi badanku. Kembali
ke Kampung Batu aku langsung masuk ke dalam tenda, yang sudah didirikan oleh
teman-teman dari Haihata Sentul,
berganti pakaian dan menghangatkan badan didalam sleeping bag. Setelah makan malam, indomie dan susu courtesy Okke, Timbul dan Deny, aku
tidur dan tidak menghiraukan hujan yang turun semalaman.
|
peristirahatan Kampung Batu |
Pagi yang cerah di
hari Minggu. Badan kembali fit dan mulai beraktifitas lagi. Selesai membuat
sarapan – courtesy Timbul, Deny dan
aku –, membereskan tenda dan sampah sekitar, kami melanjutkan kembali ke bawah.
Kali ini aku benar-benar menikmati perjalanan. Air Panas yang kemarin tampak
seram, sekarang kelihatan lebih ramah
tanpa hujan. Bahkan ada yang mandi di sisi air terjun. Sambil menikmati
pemandangan, aku mengambil beberapa foto di Air Panas. Trekking turun tidak terasa seberat naik seperti kemarin. Di persinggahan
Panyangcangan aku membelok menuju ke Air Terjun Cibeureum sementara yang lain
langsung menuju melanjutkan perjalanan ke bawah.
|
air terjun Cibeureum |
Jarak dari persinggahan
Penyangcangan ke air terjun Cibeureum sekitar 15 menit melewati jalan berbatu
dan juga jembatan kayu panjang diatas rawa. Air terjun Cibeureum ada dua buah
air terjun. Sebuah air terjun besar dan agak jauh dari air terjun besar,
terdapat sebuah air terjun yang lebih kecil dan indah. Air terjun Cibeureum
mempunyai debit volume yang besar dan aliran yang sangat deras sehingga
menimbulkan suara gemuruh yang keras. Percikan airnya terbawa hingga
bermeter-meter jauhnya membuatku lumayan basah.
Kembali ke trek
semula aku berjalan tanpa henti sampai kembali ke pos pemberangkatan tepat jam
15.18 WIB. Ternyata Lenggo dan Deny sudah berada di bawah. Sambil menunggu
teman-teman lainya kami menikmati sepiring gorengan. Akhirnya pada jam 8 malam
semua anggota komplit berkumpul. Setelah istirahat dan makan malam diwarung, jam
9 malam kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta dengan rute yang sama.