Mei 08, 2012

Bangkok untuk Pemula

Yep. Tiket dan hotel sudah ditangan. Acara ngebolang di Thailand pun dimulai. Air Asia delay sampai hampir 2 jam. Memang dapat kompensasi makan sih, tapi tetap saja bete habis di bandara. Akhirnya jam 6 lebih pesawat bisa take off. Sampai di bandara Suvarnabhumi sekitar jam 11 malam. Maklum, masih takut-takut jadinya naik taxi sekitar 480 THB.

Kali ini biar backpacker hotelnya tetep di Legacy Suites Bangkok. Hadiah dari doi yang ga tega liat pacarnya, berkeliaran sendirian di negeri orang. Begitu ngelihat hotelnya aku langsung geleng kepala. Ini mah bukan backpcker!! Yuhuuuuu....
  
   
 
Pengennya sih cepet-cepet menjajah dunia malam Bangkok yang terkenal itu. Tapi badan sudah capek dan ngantuk berat. 

Paginya tiba-tiba pusing melanda dan cramp perut yang hebat. Pengen nangis rasanya mikir kalo trip ini mesti berakhir dengan terkapar di tempat tidur. Aku telepon Elyas, cowok Jakarta yang kukenal via dunia traveler, yang juga sedang backpacker-an di Bangkok. Ternyata dia sedang jalan-jalan di Ayyuthaya. Akhirnya duduk diam di kamar sambil baca buku.



Jam 2 siang saat perut sudah mendingan, aku keluar sekitaran hotel untuk mencari makan siang. Mengingat bujet makan di hotel akan sangat menguras kantong, mendingan cari makanan di warung saja. Kejadian lucu pun terjadi. Biarpun Bangkok merupakan tujuan wisata yang terkenal, penduduknya gak banyak yang tahu bahasa Inggris. Jadi untuk mengakalinya, aku minta tolong dituliskan tujuanku oleh resepsionis hotel. Selebihnya menggunakan body language tapi tetep saja mereka gak ngerti. Tapi orang Bangkok sangat ramah kok sama turis. Judulnya hari ini hari yang santai, tanpa jalan-jalan yang berarti dan hanya menikmati bacaan dan TV kabel. Huft...what a waste!! 

Esok paginya ga ngerti mau pergi kemana dulu. Pagi-pagi dadakan googling mencari one day tour dari Bangkok, karena sayang banget kalo harus nginep diluar lagi. Secara hotel sudah di bayar lunas. Jadi hari ini jadwalnya Wat Traimit - Wat Pho - Grand Pallace. 

Dari hotel aku harus ke Soi 20 untuk nunggin bis 509. Eeerr... bolak balik liat tanda jalan, baru aku ngeh kalau sepanjang jalan dari hotel itu jalan dengan angka ganjil dan seberangnya dengan angka genap. Akhirnya dengan takut-takut - karena ga ada jembatan penyebrangan dan aku gak gitu pinter nyebrang jalan - aku berhasil menyeberang. Menunggu agak lama di halte - sempat curiga juga kalau om Google salah ngasih petunjuk - akhirnya seorang mbak-mbak yang sama-sama nunggu bis noel aku dan nunjukin bis yang kutunggu sudah datang. Bis AC no 509, setara dengan Trans Jakarta saat masih gress. Nyaman sekali dengan tiket seharga 14 bath dan perjalanan sekitar 40 menit. Kondekturnya galak saat nanya aku mau turun dimana. Aku bilang ke Wat Traimit, tapi dia gak ngerti-ngerti juga. Akhirnya salah satu menumpang angkat bicara, akhrinya dia mengangguk-angguk ngerti. Kemudian kondekturnya nunjuk kursi kosong, "SIT." Ternyata dia baik juga, mingkin logat bicaranya memang galak. 

Wat Traimit Witthayaram juga disebut, Kuil Buddha Emas. Patung emas Buddha setinggi 3.98 meter, 3.13 lebarnya dengan 5 tons emas murni!! Kuil ini dekat dengan Chinatown-nya Bangkok.Untuk masuk ke Kuil ini dikenakan biaya 25 Bath dan 100 Bath jika sampai masuk musiumnya.

Kata Om Google, dari Wat Traimit seharusnya aku naik bus 507 ke Raksa Din Daeng terus jalan sebentar ke Wat Pho. Tapi dari orang lokal aku mendapatkan petunjuk bahwa dari pintu keluar Wat Traimit ke arah Yaowaraj, aku harus menyebrang jalan ke arah Chinatown kemudian naik bus 01 yang langsung ke Wat Pho. Bus ekonomi dengan tiket 16 sen untuk perjalanan 15 menit. Gak percaya banget sama harga tiketnya. Murah banget. Gak kaya metromini yang jauh deket 2000 perak, disini harga di tentukan oleh jauh dekat perjalanan kita.

Wat Pho tempat yang sangat luas. Gak cukup di jelajahi selama 1-2 jam saja. Bangunan seluas 20 hektar dengan 20 gedung setara dengan harga tiket masuknya yang 100 bath. Berbeda dengan Wat Traimit yang di dominasi warna putih dan emas, kuil ini sangat berwarna. Corak bunga dan warna-warna cerah. Wat Pho juga dikenal dengan The Vihara of Reclining Buddha. Di kuil ini terdapat patung Buddha yang sedang berbaring sepanjang 46 meter, tinggi 15 meter dan kaki-kaki 3 meter dan panjang 5 meter.



Saat aku meninggalkan Wat Pho jarum jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Sudah terlambat untuk masuk ke Grand Pallace yang buka dari jam 8-3 sore. Padahal Grand Pallace dari Wat Pho itu deket banget. Yah, mungkin besok aku bisa ke Grand Pallace dan Khao San Road, kampung backpacker terbesar di Asia. Sekarang saatnya pulang ke hotel. Karena aku dapat SMS dari Ely untuk bertemu di Siam dan nonton Muay Thai gratis di BMK mall jam 6 sore. Untuk balik ke hotel, aku harus naik bus AC no. 48 dan tiket seharga 18 bath.

Aku pikir macet itu cuma ada di Jakarta. Tapi ternyata Bangkok juga punya. Masuk ke daerah Shukumvit, tempat hotelku berada, macetnya gak ketulungan. Akhirnya dari Wat Pho ke hotel memakan waktu 3 jam lebih. Aku telepon Ely untuk mengabarkan kalau aku gak bisa ketemuan lagi hari ini. Huft.

Aku baru sadar kalau di area Sukhumvit mempunyai kehidupan malam yang cukup asik. Saat itu aku sedang mencari resto makanan khas Thailand, tapi tiba-tiba nemu satu jalan yang amat sangat gemerlap dengan lampu neon dan music hingar-bingar. Rasa penasaran aku numpang lewat menyusuri jalan itu. Hmm... setengah tertegun melihat cewek setengah telanjang dengan tarian erotis di depan masing-masing bar, sehingga pengunjung dan orang yang lewat bisa melihatnya. Ada sales cewek yang berdiri di depan bar dan siap untuk merayu pengunjung. Aku gak pernah liat yang kaya gini. Pernah sih liat cewek penjual pinang di Taiwan dengan pakaian sexy di jendela kaca. Tapi ini WOW. Sampai esok harinya aku baru tahu nama jalan ini adalah Cowboy Street yang terkenal itu.

Esok hari akhirnya aku akan bertemu dengan Ely. Kami bertemu di BTS Mo Chit. Dia pengen lihat Butterfly Garden dan nantinya akan bertemu dengan temannya di Siam. Jadi, ini pertama kalinya aku pakai BTS dan benar-benar jadi warga Bangkok. Dari hotel di Sukhumvit  Soi 29 jalan ke arah Soi 21 -Terminal 21- Beli tiket BTS harus pakai uang koin. Kalau ga punya, di setiap stasiun BTS ada tempat untuk menukar uang receh. Di mesin otomatis pembelian tiket, biasanya map BTS, kita tinggal cari stasiun tujuan kita, disitu ada angka tertulis berapa yang harus kita bayar. Pilih (pencet tombol) jumlah yang tertera sesuai peta, masukan uang receh ke mesinnya. Kalau uang yangdimasukkan lebih, ada uang kembalinya. Setelah jumlahnya tepat kartu access akan keluar. Kartunya jangan sampai hilang ya. Oh ya, jangan coba bayar kurang ya, nanti di stasiun yang dituju gak bisa keluar stasiun. Mudah kan? Kalau masih bingung bisa tanya dengan orang sekitar. Mereka ramah-ramah kok.

BTS Mo Chit
Saat di dalam kereta yang nyaman aku berpikir, seandainya saja proyek Jakarta monorail dan juga perluasan taman dalam kota bisa dilaksanakan, pasti Jakarta menjadi kota yang nyaman untuk ditinggali. Aku bener-bener iri dengan warga Bangkok yang memiliki keduanya. 

Butterfly Garden terletak di dalam taman kota yang super luas. Sampai aku dan Ely berkali-kali tersesat. Tidak masalah sebenarnya. Kami berdua bisa menikmati acara jalan-jalan di taman kota yang nyaman dan teduh dengan pemandangan orang pacaran. Tapi akhirnya kami sampai juga.
Dari Mo Chit kita ke Patpong karena Ely harus check out hostelnya. Patpong juga merupakan lokasi hiburan malam yang semarak di Bangkok. tapi untuk explorasi sendirian dimalam hari sepertinya gak mungkin. Apalagi katanya banyak scam yang menyeramkan disini. Kembali ke Siam kami bertemu dengan Kiddee, teman traveler lokal yang sangat baik. Kiddee mengenalkan kami dengan sebuah resto yang membuat kami ketagihan. SOMTAM.
Ely & Kiddee
Esok harinya hari yang santai. Sepanjang siang hanya berenang, nonton TV dan baca buku. Baru pas kelaparan keluar cari makan. Sore hari di telepon Kiddee. Dia dan pacarnya, Chelsea, mengajakku ke sebuah bar - aku lupa namanya - dan di bar itu ada free pizza sampai jam 9 malam. Sebenarnya mau ketemuan juga dengan sepasang teman Italy di sebuah gay bar di Chit Lom, tapi karena buka bar-nya tengah malam, akhirnya Kiddee ngajakin ke Nana area.

Nana adalah setting tempat dari novel Private Dancer yang di hadiahin si doi saat dia tahu aku mau ke Bangkok. Settingnya di Nana Plaza, salah satu tempat hiburan malam terbesar di Bangkok. Tempat ini banyak sekali bar bertebaran di sepanjang jalan. Bedanya banyak juga protitusi yang dengan terbuka bernegosiasi sama pembelinya disini. Anehnya, Nana adalah lokasi kaum India dan Arab disini. Banyak sekali resto India dan Arab dan juga tempat pijit plus plus. Hmmm... satu hal lagi yang aku temui di Bangkok yang gak ada di Indonesia. Saat kami berjalan pulang dar Nana ke hotel, banyak mini bar atau bar kaki lima yang di jumpai disini.
Hari terakhir untuk menjelajahi Bangkok. Aku memilih menyusuri sungai Chaou Phraya dan melihat Wat Arun dan... well, lihat saja nanti. Sebenarnya kalau naik perahu dari Chao Praya ke Grand Pallace, Wat Arun dan What Pho saling berdekatan. Namun kemarin baru saja di info oleh Ely, kalau Grand Pallace tidak sepadan dengan harga tiket yang 400 bath.


Dari BTS Asoke transit ke Siam dan berganti BTS ke Saphan Taksin. Dari Saphan Taksin sudah sangat dekat ke pier perahu yang membawa kita sepanjang sungai Chao Phraya. Tinggal keluar dari pintu sebelah kiri BTS dan berjalan kaki kira-kira 20 meter.

Wat Arun atau Wat Chaeng atau kuil Senja lokasinya berada di sebelah barat sungai. Pada masa Raja Taksin, Wat Arun ada Kuil utama yang menyimpan patung batu emerald Buddha dan Pra Bang yang telah dipindahkan.
Wat Arun dari seberang sungai
Grand Pallace dari Wat Arun
Chao Phraya adalah sungai terbesar di Thailand. Mengalir kearah selatan sepanjang 372 kilo meter. Bisa dibilang sungai ini bersih tanpa sampah. Dan pemandangan Bangkok dari sungai sangat mengesankan. Aku benar-benar sangat menikmati perjalan ini dan mengambil banyak foto di sini.

Di atas kapal aku mendengar sepasang turis bercakap-cakap mengenai pasar Chathucak. Pertama kali aku pikir aku harus balik lagi ke BTS Siam dan pergi ke BTS Mo Chit. Tapi dari pier 18 -aku lupa namanya- akan lebih dekat ke Chathucak. Lebih seru rasanya kalau mencoba jalan baru. Jadi aku turun di pier 18 dan naik ojek sebesar 10 bath untuk ke halte bus paling dekat. Dari halte aku harus menunggu bus ekonomi No. 3 ke Cathuchak dengan tiket 8 bath. Lebih murah daripada naik BTS. Sekitar 20 menit kemudian aku sampai di Cathuchak

Chatuchak Weekend Market seluas 35 hektar, 68 lorong dan lebih dari 8 ribu pedagang. Bisa dibilang Cathuchak adalah surga untuk tukang belanja. Di pasar ini bisa ditemukan apa saja di satu tempat dengan harga miring. Jadi banyak grosir, pedagang eceran dan juga turis datang kemari untuk berbelanja sepuasnya.
Hari terakhir di Bangkok. Aku check out dari hotel sekitar jam 10 pagi dan pergi ke Siam. Aku ingin makan Kai tao  (ayam goreng ala SOMTAM) yang membuatku ketagihan itu. Juga green milk tea di pedagang kaki lima. Aku sudah janjian dengan Kiddee dan Chelsea untuk makan siang di Somtam. Seperti biasanya tempat itu selalu penuh dan kami harus mengantri untuk masuk restoran.

Jam 4 sore aku harus mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman baruku. Berjanji untuk tetap berkoresponden setelah ini. Aku kembali ke hotel untuk mengambil barang-barangku. Dari hotel naik taxi ke Makasan Airportlink yang langsung menuju airport, yang hanya menghabisakan 85 bath dibanding saat pertama kali aku datang, naik taxi sekitar 480 bath. Tapi paling tidak aku sudah agak pandai naik transportasi umum di Bangkok. Kalau kemali ketempat ini, bukan masalah.

Suvarnabhumi Airport