November 23, 2011

Cewek-Cewek vs Perokok

Aku tekankan, “Aku tidak bermaksut menyindir perokok, karena itu hak asasi kalian. Tapi tolong merokoklah pada tempatnya”

Sebenarnya ini kejadian lucu. Pagi ini saat aku berangkat kerja, seperti biasa aku naik angkot jurusan Pos – Karawaci, Tangerang. Mobilnya lumayan penuh dengan 6 orang, 5 perempuan dan seorang cowok dengan seragam putih abu–abu, berdesak-desakan persis seperti ikan sardine dalam kaleng. Tidak nyaman memang, tapi karena sudah biasa, aku santai-santai saja. Sampai suatu saat…
Seorang Bapak setengah baya naik dan duduk di dekat pintu. Dengan tenang merokok di pintu mobil. Dengan posisinya didepan pintu secara otomatis seluruh asap dan abu masuk kedalam angkot yang sempit. Benar-benar sangat mengganggu.
Mbak yang duduk disebelahku, yang juga sebelah bapak itu, berkata dengan sopan kepada si Bapak, “Pak, maaf. Rokoknya boleh dimatikan? Asap dan abu rokoknya mengganggu.”
Bukannya minta maaf dan segera mematikan rokoknya, bapak itu melihat si Mbak dengan pandangan emang–gue–pikirin. Sudah gitu dia nyolot. “Kalau gak suka ya turun saja, Mbak. Ini kendaraan umum. Saya juga bayar disini. Jadi semau saya kalau saya merokok apa enggak.”
Haiiishh!! Kami semua terpana mendengar perkataan Bapak itu.
Si Mbak yang merah padam akhirnya ikutan nyolot. “Oke. Saya akan berhenti disini. Tapi Bapak yang bayarin angkotnya.”
Si Mbak menghentikan angkot dan turun tanpa ragu-ragu. Wah, hebat nih si Mbak…
Ternyata ibu muda yang sedang hamil didepanku juga ikutan turun. “Saya juga. Saya ndak mau anak saya keracunan asap rokok.”
Aku ikut-ikutan keluar. Aku juga tidak mau tidak mau berada dalam angkot penuh dengan asap rokok. Ternyata kemudian Mbak-Mbak yang lain juga ikut keluar dari angkot. Dan pak Supir memandang si Bapak dengan gimana–nih–Boss?
Si Bapak kelihatannya kaget dengan kenekatan cewek–cewek ini. Kami semua berdiri menanti apa yang akan terjadi sambil menunggu angkot lain datang. Mungkin karena malu atau tidak punya cukup uang, tiba-tiba saja si Bapak sambil turun dari angkot dan pergi.
Kami senyum-senyum melihat si Bapak pergi sambil menggerutu. Akhirnya kami kembali naik angkot. Diskusi mengenai bahaya rokok pun terjadi di dalam angkot.

Sebenar-benarnya, aku tidak menyindir atau anti-perokok. Tapi ada baiknya sebagai orang timur yang punya kesopanan, hargailah orang yang tidak merokok. Jangan merokok ditempat umum, apa lagi didalam angkutan umum. Dan minta ijin sama orang disekitarnya.

Juni 20, 2011

Jelajah Hijau Ciwidei - Bandung

Pukul 5.30 CitiTrans, travel yang kami tumpangi dari SCBD sudah melaju. Petualangan lima wanita cantik ngeteng ke Ciwidey, Bandung pun dimulai. Kali ini kami ke Paris van Java bukan untuk shopping, meskipun kegiatan itu masih menggiurkan. Namun pesona alam Ciwidey dan sekitarnya sangat menggoda untuk dijelajahi. Menurut prediksi, siang nanti kami bisa mulai menjelajahi Ciwidey.


Tiba di Cicaheum sekitar pukul 10 pagi.  Setelah sarapan seadanya, kami menanti Bus DAMRI yang akan membawa kami ke Leuwi Panjang. Perjalanan sekitar 30 menit dari Cicaheum ke Leuwi Panjang. Dari Leuwi Panjang, kami naik ELF warna hijau ke Cibeureum (terminal kecil di Ciwidey). Perjalana ke Cibeureum sekitar satu jam.


Situ Pantengang

Dari terminal kecil Cibeureum ada sebuah angkot kecil berwarna kuning yang bisa membawa kita ke arah Situ Patengang. Pemandangan sepanjang jalan kami menikmati hijaunya hutan pinus, perkebunan teh dan udara bersih yang segar.Setelah sekitar satu jam perjalanan kamipun sampai di tujuan.
Situ Patengang
Dari atas bukit, Situ Patengang tampak cantik dengan dikelilingi pegunungan dan perkebunan teh yang menghampar luas. Sayangnya, air danau ini berwarna kecoklatan saat didekati. Danau ini merupakan tujuan terakhir dari angkot yang kami tumpangi. Untuk masuk ke objek wisata ini dikenakan biaya 6.000 rupiah dan 8.000 untuk angkot. Ditengah Situ Patengang terdapat sebuah pulau kecil yang bernama Sasaka atau Cinta dan sebuah batu yang terkenal dengan sebutan Batu Cinta. Kisah cinta Ki Santang dan Dewi Rengganis yang terpisah berakhir dengan bahagia saat mereka bertemu di tempat ini. Itulah mengapa banyak pasangan kekasih saling mengucap sumpah di depan batu ini dan berharap mereka akan mempunyai akhir yang bahagia seperti Ki Santang dan Dewi Rengganis.

Ranca Upas

Dari  Situ Patengang kami naik angkot yang sama menuju Ranca Upas. Sebenarnya angkot ini melewati Ranca Upas saat menuju Situ Patengang. Namun kami memilih untuk menuju titik terjauh lebih dahulu sebelum mengunjungi tempat lain. 

Ranca Upas adalah  mempunyai lahan seluas 215 hektar dengan area perkemahan, outbond, hutan dan area pengembangbiakan rusa.
Hutan Ranca Upas
Area Outbound
Dari Ranca Upas kami menuju rumah tumpangan kami. Rumahnya lumayan terpencil namun ternyata tanpa listrik karena sudah lama tidak dihuni. Semula kami akan mencari penginapan terdekat, tapi Pak Aji, bapak penjaga vila, memperbolehkan kami tinggal di rumahnya. Beliau juga memperbolehkan kami memetik di kebun dan mencabut singkong untuk makan kami malam itu.
Tareeeek Jeng.... ;)
Vila Bambu
Menyambut pagi tidak pernah melegakan seperti ini. Setelah semalaman 'hampir' tidak bisa tidur karena kedinginan di vila bambu, kami membantu istri Pak Aji untuk menyiapkan sarapan. Setelah sarapan seadanya, kami dengan bersiap-siap melanjutkan petualangan.

Kawah Putih

Dengan sebuah angkot kami menuju terminal Cibeureum. Dari terminal Cibeureum kami menyewa angkot ke Kawah Putih (pp) dengan 130.000 rupiah. perjalanan sekitar 40 menit dengan melewati jalan utama yang kami lalui kemarin. Kemudian membelok kearah jalan masuk ke objek wisata Kawah Putih.

Jalan kecil di tengah hutan pinus kearah Kawah Putih merupakan jalan kecil dan terjal. Untuk dilewati dua arah, salah satu mobil harus perhenti di tepian jalan dan yang lainnya harus berhati-hati agar tidak menggesek mobil yang lainnya. Karena hal inilah perjalanan tersebut memakan waktu cukup lama. Namun wilayah parkir Objek Wisata ini cukup luas. Dari parkir kita harus berjalan ke arah kawah.

Kawah Putih




Kawah Putih merupakan kawah mati dari Gunung Patuha. Kawah ini memiliki pemandangan yang indah, disamping bau belerang yang menyengat. Kadar belerang yang tinggi menyebahkan pohon dan binatang tidak bisa hidup tisekitar kawah. Disamping kawah juga ada bekas penambangan belerang yang telah ditutup.

Jam 12 siang  kami merasa cukup dengan pose-pose narsis kami. Karena hari sudah semakin panas, kami kembali ke Terminal Cicaheum untuk makan siang. Selanjutnya ke Kota Bandung dan menuju jakarta dengan rute yang sama.