Agustus 28, 2013

Seharian Jelajah Wonosari

Sekitar jam 8 pagi setelah sarapan dan siap-siap, Martin dan aku siap menempuh perjalanan yang lumayan panjang. Kali ini kami akan menjelajahi alam Kabupaten Wonosari yang terkenal dengan pantai, luweng dan goanya. Cek ricek dari Google perjalanan sekitar 1,5 jam. Antisipasi tersesat dan tanya-tanya 30 menit lah. Jadi kira-kira sekitar 2 jam diatas motor. Hmm... cukup membuat bokong kesemutan.

Keluar dari 'kota' Yogya menuju Wonosari, pemandangannya mulai menghijau. Jalanannya rindang, berliku tajam serta naik turun bukit. Pada satu titik kita disuguhi pemandangan pemukiman kota Yogya dengan latar gunung Merapi yang cantik. Di titik lain persawahan dan juga perkebunan jati. Semakin dalam masuk ke wilayah Wonosari, semakin kering tanah dan semakin banyak pohon jati ditemukan. Wonosari juga mempunyai struktur tanah berbukit-bukit yang indah. Selama perjalanan itu rasanya excited banget nengok kanan kiri.

Tujuan pertama adalah pantai-pantai Wonosari. Petunjuk arah yang di jalan sudah jelas. Tapi kadang gak yakin juga mesti ke arah mana dan harus bertanya pada penduduk. Malu bertanya sesat di jalan, my man. Jangan malu tanya-tanya, nanti gak bisa balik hostel. Lagipula penduduk disini ramah-ramah kok.

Setelah hampir 2 jam di atas motor, akhirnya aku melihat birunya laut dari atas bukit. Jejeritan aku nunjuk-nunjuk kearah laut - tapi Martin tetep serius banget nyetir motornya. Padahal aseli, keren banget!! Dari peta Yogya yang aku lihat disini banyak pantai yang bisa di kunjungi di sekitar sini. Tapi karena kesempitan waktu, ya sudahlah...sesuai rencana saja.

Akhirnya sampai juga di Pantai Siung. Kirain gratis, tapi ternyata ada tiket masuk sebesar 3 ribu rupiah plus sumbangan PMI sebesar 1000 rupiah. Tiket ini juga berlaku untuk Pantai Jogan. Untuk parkir motor sudah lebih mahal dari Jakarta, sekitar 3 ribu rupiah. Pantainya gak begitu luas. Diapit 2 bukit kapur dan karang yang lumayan tinggi. Bisa naik ke atas bukit kalau mau. Dari atas bukit di sebelah kirinya, bisa melihat pantai Wedi Ombo - ada di peta juga. Tapi angin dari atas bukit itu sangat kencang. Untunglah badanku berat, setidaknya aku gak bakalan kabur dibawa angin. Dan... hati-hati jatuh ya, soalnya tebingnya cukup licin dan curam. Pengunjung pantai Siung masih sedikit. Ombaknya lumayan ganas, jadi gak bisa untuk snorkeling ataupun berenang, dan juga terlalu banyak karang. Bisanya cuma main-main cantik di pantai.
 

 

Saat lapar melanda, ada beberapa warung di sini. Salah satunya menyediakan ikan tongkol bakar. Weeew... top markotop sambelnya. Ikannya sih agak keasinan. Tapi karena lapar, nasi anget, sambal korek, lalapan, sambal kecap dan ikan bakar, rasanya sudah kaya makanan surga.
Top markotop....
Perjalanan lanjut ke Pantai Jogan. Jaraknya sekitar 2 kilo dari Pantai Siung. Jalannya sudah di beton dan muat untuk satu mobil. Sebenarnya pantai Jogan hanya sebuah ceruk kecil dengan sebuah sungai yang langsung mengalir ke laut. Kalau debit air sungai banyak, air terjun akan besar dan indah. Sayangnya hari ini airnya sedikit banget, jadi air terjunnya juga kecil. Kita bisa turun ke ceruk, dibawah air terjun. Tapi kalau air laut sedang pasang, kayanya bahaya banget, ceruk itu akan terbenam air laut.
 

Tadi waktu perjalanan ke pantai Siung, ada papan petunjuk arah ke air terjun Sri Gethuk, Goa Jomblang dan lain-lain. Tapi kita milih ke Sri Gethuk saja. Jaraknya sekitar 10 kilo. Sebenarnya, rencananya ke Sri Gethuk itu buat besok. Tapi di lihat dari jauhnya perjalanan, kita sepakat untuk membabat itinerary besok buat hari ini saja. Sekalian gempor, jadi besok tinggal santai saja di kota. 

Air Terjun Sri Gethuk searah dengan Goa Rancang Kencono. Petunjuk arahnya sudah bagus jadi gampang nemunya. Tiket masuk untuk keduanya 10 ribu rupiah. Kemudian masih harus menempuh perjalanan 0.5 kilo lagi untuk sampai ke goa dengan jalan tanah berbatu.

Goa Rancang Kencono. Kata guide-nya goa ini adalah persembunyian orang-orang yang anti komunis. Kedalaman gua sekitar 11 meter dan terbagi menjadi 2 ruangan. Antar ruangan itu dipisahkan dengan sebuang lorong kecil sehingga kita harus membungkuk atau merangkak. Di ruangan yang paling dalam ada sebuah deklarasi yang di buat pada saat mereka bersembunyi. Ada juga simbol kunci, yang diyakini membawa berkah bagi orang yang bersemedi disini. Believe it or not deh...

Lanjut menyusuri jalan tanah berbatu, sekitar satu kilo dari gua, sampai juga ke Air Terjun Sri Gethuk. Untuk menuju air terjunnya, ada 2 jalan yang bisa ditempuh. Menyusuri jalan setapak yang telah dibuat dengan cor beton atau via rakit bermotor/kapal. Menurutku enak pakai kapal sih. Dengan tambahan 10 ribu rupiah, kita bisa menyusuri sungai dengan pemandangan yang indah. Sungai ini mengingatkan aku pada Green Canyon di Pangandaran. Airnya hijau dan tenang dengan tebing padas dan berlumut di kanan kirinya. Jarak dari dermaga dengan air terjun hanya sekitar 500 meter. Cukup singkat memang. Di sepanjang perjalanan ada 2 air terjun kecil yang cukup bagus. Air terjun Sri Gethuk ini terdiri dari beberapa tingkat sebelum jatuh ke sungai. Sangat bagus menurutku. Tapi terlalu ramai kalau sudah siang. Coba saja datang lebih pagi, pasti lebih cantik.

 

 
Sampai di Yogya sudah malam. Malam itu seseuai dengan permintaan Martin, kita nyoba nasgor tektek deket Mal Malioboro. Dia penasaran karena aroma dari nasgor tektek bikin ngiler. Aku manut saja, karena aku pemakan segala hahaha. Bisa makan apa saja dan dimana saja. Dari nasgor tektek mau lanjut ke lumpia Malioboro, tapi sayang sudah habis. Yah...besok saja kalau begitu.

Karena rencana hari ini sudah di babat kemarin, walhasil hari ini kita cuma klabing wisata kuliner di kota Yogya. Dari nonton Smurf trus lanjut makan siang di Warung Bu Ageng. Rekomen banget looh... biasanya aku makan gak sebanyak itu hahaha.
 
 
Eyem Penggeng
Nasi Campur Paru Ketumbar
Bubur Duren Mlekoh
Nasi Campur Lidah
Sudah makan pulang, SMP banget. Karena kantuk menyerang akhirnya kami memutuskan untuk istirahat di hostel sebelum mengembalikan sepeda motor nanti malam. Dan malam ini, akhirnya kesampaian juga makan risol Malioboro itu lanjut dengan makan malem tidak halal - pork satay - di wilayah Ketandan, Malioboro.

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar